Kisah Kesaksian Advent Bangun, Legenda Film Laga yang Kini Jadi Pendeta
14 Votes
DetikNews.com, Jakarta – Berkiprah sebagai aktor laga dan membintangi lebih dari 60 judul film sejak era 70-an, membuat nama Advent Bangun begitu melegenda. Namun, pria yang juga mantan atlet karate nasional itu kini telah beralih profesi.
Ditemui detikHOT di rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan ramah dan penuh canda Advent mengisahkan kehidupannya setelah meninggalkan gemerlap layar perak.
“Sekarang saya sudah jadi pendeta penuh,” ia mengawali kisah. “Tahun 2000 saya ambil keputusan dan stop semua dari dunia keartisan,” ungkap pria yang kerap memainkan karakter antagonis itu seraya tertawa.
Pria kelahiran Kabanjahe, Sumatera Utara, 12 Oktober 1952 itu nampak sederhana dengan mengenakan kaos berwarna abu-abu dan celana panjang hitam. Meski usianya hampir genap 60 tahun, ia masih terlihat bugar dengan posturnya yang tinggi besar.
Menurutnya, apa yang dilakukannya di dunia perfilman sudah cukup. Bahkan, kerinduan pun sudah tak ada lagi. “Umur saya hampir 60 tahun, jadi bukan bidang saya lagilah,” ujar bintang film ‘Golok Setan’, ‘Dendam Dua Jagoan’, dan ‘Sumpah Si Pahit Lidah’ itu.
Sejak menjadi pendeta, praktis keseharian Advent diisi dengan berbagai kegiatan kerohanian. Ia pun mengaku kerap berkotbah melayani jemaat di berbagai daerah di Tanah Air, bahkan hingga manca negara.
“Sekarang ya kotbah di mana-mana. Kalau di Indonesia saya sudah seluruhnya, sampai ke Papua sana. Saya juga pernah ke Singapura, Amerika, Australia, Korea Selatan dan lain-lain,” paparnya antusias.
Bungsu dari delapan bersaudara itu punya banyak cerita menarik selama menjalani tugasnya sebagai pendeta. Salah satunya, ia mengaku pernah ditantang berkelahi oleh seorang pemuda saat hendak berkotbah di Manado memenuhi undangan Ketua Partai Damai Sejahtera Ruyandi Hutasoit.
“Waktu itu dia colek saya dan bilang, heh, nanti berantem ya! Saya tertawa saja,” kisahnya. “Waktu saya kotbah dia kaget, dan pas turun dia langsung peluk saya dan nangis. Katanya, dia nggak tahu saya sudah jadi pendeta. Dia pikir saya bodyguard-nya Ruyandi Hutasoit,” kenangnya tanpa mampu menahan tawa.
Suami dari Lois Riani Amalia Sinulingga serta ayah lima anak itu mengaku hidupnya memang banyak berubah setelah menjadi pendeta. Sebelumnya ia adalah sosok yang keras dan temperamental.
“Dulu saya memang orang yang emosian. Kalau dulu ditantang berantam sih, sudah saya hajar langsung tanpa ampun. Sekarang sudah jadi pendeta ya beda, lebih belajar mengasih,” katanya dengan tatapan lurus ke depan. Seolah hendak mengatakan bahwa ia tak menyesal dengan pilihannya meninggalkan dunia karate dan perfilman yang telah membuatnya terkenal.
Sinar matanya yang tajam menyiratkan perasaan bahagia menjalani hidupnya sekarang ini sebagai pendeta dan mengurus keluarga. “Hidup ini kan seperti uap air. Sebentar ada, lalu hilang. Makanya, mengalir saja sekarang,” mendadak ia berfilsafat.
“Kalau dulu kan menggebu-gebu, pengen ini-itu. Ada sih satu cita-cita untuk membuat sebuah panti jompo atau panti asuhan. Pokoknya saya mau bermanfaat buat orang banyak,” tambahnya. (bar/mmu)
Berbincang dengan Advent Bangun tentu kurang afdol tanpa menyinggung soal film laga. Kebetulan, fenomena film ‘The Raid’ baru saja mengguncang jagad perfilman Tanah Air. Ketika disinggung soal itu, Advent ternyata punya cerita yang mengejutkan.
Advent ternyata sempat dibujuk sutradara Gareth Evans untuk bermain dalam film yang kemudian dibintangi Iko Uwais itu. Namun, ia menolak. Padahal, tawaran honornya menggiurkan. Tak hanya menelepon, sutradara asal Wales itu bahkan sampai bolak-balik menyambangi rumahnya untuk bernegosiasi.
“Dia terus membujuk. Tawaran uangnya cukup besar lho. Tapi saya tolak,” ungkapnya. Berapa? “Ah, itu rahasia dialah, nggak enak,” hindarnya. Namun, ketika didesak, apakah sampai angka ratusan juta, Advent pun mengiyakan.
Kini, setelah tahu filmnya meledak luar biasa, bahkan mendapat sambutan hangat di berbagai negara, menyesalkah Advent? Ia menggeleng mantap. “Dari tahun 1976 saya sudah main lebih dari 60 judul film. Sinetron sudah nggak terhitung. Jadi tahun 2000 sudah stop semua,” tandasnya seraya tersenyum.
Bungsu dari delapan bersaudara itu lebih jauh mengungkapkan, dirinya tak ingin kembali berakting laga lantaran dirasanya bertentangan dengan nuraninya sebagai pendeta. “Kotbah saya kan tentang kasih. Bukan dendam, kebencian, amarah. Sementara kalau film seperti itu buntut-buntutnya kan disakiti, balas dendam,” paparnya.
Lantas, bagaimana jika tawarannya tidak beradegan laga? “Nah, kalau begitu saya masih maulah. Misalnya menasihati seseorang, seperti bidang saya sekarang. Kalau bertarung-tarung lagi nggaklah. Mungkin kalau sekadar flashback, ya bolehlah,” ujarnya.
Advent mengawali kariernya sebagai pegawai negeri di Bea & Cukai Tanjung Balai, Karimun. Ia juga tercatat sebagai atlet karate nasional yang kerap meraih juara satu di berbagai kejuaraan nasional dan internasional selama 12 tahun sejak 1972 hingga 1984. Prestasi di dunia karate itu pula yang kemudian membukakan jalannya ke dunia seni peran.
Sejak 1976 hingga 2000, ia telah membintangi lebih dari 60 judul film, di antaranya ‘Rajawali Sakti’ (1976), ‘Dua Pendekar Pembelah Langit’ (1977), ‘Golok Setan’ (1983), ‘Carok’ (1985), ‘Dendam Dua Jagoan’ (1986), dan ‘Pendekar Bukit Tengkorak’ (1987).
Dalam setiap film yang dibintanginya, Advent kebanyakan memainkan peran antagonis, dan bersanding dengan tokoh protagonis, Barry Prima yang kerap jadi lawan mainnya. Meski dirinya kini telah memutuskan untuk menjadi pendeta, namanya tetap dikenal sebagai legenda hidup film laga nasional. (Detiknews.com)
Apa jadinya jika pria bertampang sangar itu jadi penyanyi dangdut? Menjadi penyanyi dangdut ternyata pernah dilakoni pria yang kerap memainkan karakter antagonis dalam kebanyakan filmnya itu. Hal tersebut diakuinya terjadi ketika industri perfilman Tanah Air sempat terpuruk pada 1992.
“Iya, dulu saya memang sempat jadi penyanyi dangdut pas industri film jatuh. Saya nyanyi dangdut dari tahun 1992 sampai 1994 lah,” ungkapnya seraya tertawa.
Dikisahkan, dulu ketika berjaya dirinya memang tidak pernah menabung dan kerap berfoya-foya. Alhasil, terpuruknya dunia perfilman Tanah Air berimbas pada keadaan ekonominya yang kian menurun.
“Pada saat perfilman itu mati, barulah saya sadar dan sangat menghargai uang. Saya butuh materi untuk menghidupi diri. Padahal sebelumnya nggak, uang buat senang-senang saja,” kisah bungsu dari delapan bersaudara itu. Pada masa itu musik dangdut memang sangat digandrungi masyarakat. Ditawari bernyanyi, tanpa pikir panjang ia pun menyambutnya.
“Waktu itu ada yang ngajak nyanyi di Depok, Jawa Barat dengan bayaran pertama Rp 13.500. Saya sikat saja langsung,” katanya. Sejak itu, tak dinyana dirinya mendapat apresiasi yang bagus dan tawaran manggung pun kian banyak.
“Saya itu manggung di mana-mana di Indonesia. Bayarannya lama-lama dari Rp 5 juta sampai Rp 10 juta, cuma nyanyi dua lagu,” paparnya seraya tertawa lepas. “Mereka suka karena lihat Advent Bangun si bintang film laga dan karateka bernyanyi,” sambungnya.
Pernah punya pengalaman buruk saat bernyanyi di panggung? “Puji Tuhan, nggak ya. Di kepala saya itu sudah ada dan hapal 60 judul lagu dangdut, jadi kalau orang minta apa saya tahu. Kalau nggak kan gawat,” kata bintang film ‘Golok Setan’, ‘Dendam Dua Jagoan’, dan ‘Sumpah Si Pahit Lidah’.
Pria yang kini berprofesi sebagai pendeta itu memang tak mengalami kesulitan berarti saat menyanyikan lagu dangdut. “Saya kan orang Batak Karo. Batak Karo itu cengkoknya ada mirip dangdutnya. Jadi nyambunglah walaupun nggak dangdut-dangdut banget,” tuturnya. (bar/hkm)
Sejak tahun 2000, legenda aktor laga Advent Bangun memutuskan untuk meninggalkan dunia karate dan seni peran yang membesarkan namanya. Semenjak itu hingga sekarang, ia telah menjadi seorang pendeta.
Apa alasan di balik keputusan Advent menjadi pendeta? Jauh sebelum namanya dikenal, Advent ternyata punya masa lalu yang pahit. Sejak kecil, setiap orangtuanya tak di rumah, ia mengaku kerap dianiaya salah seorang abangnya yang baru keluar dari penjara.
Penganiayaan tak sampai di situ, abangnya itu bahkan pernah pula menginjak-injaknya dan mencoba menenggelamkannya di sungai. Beruntung nyawa Advent masih tertolong karena perbuatan tersebut diketahui warga.
“Itu saya ditarik ke sungai, dipukul dan diinjak-injak, ditenggelamkan. Hampir mau mati saya. Untung waktu itu banyak yang lihat dan menolong, akhirnya abang saya itu kabur,” kisah bungsu dari delapan bersaudara itu.
Bukan itu saja, Advent pernah pula bersama kakak perempuannya diganggu sekelompok pemuda mabuk. Karena sang kakak diganggu, Advent pun melawan. Namun lantaran perkelahian tak seimbang, dirinya pun nyaris mati dikeroyok.
“Kakak saya berhasil lari. Saya lawan, tapi saya jadi dikeroyok sama sekitar 30 orang dan nyaris ditikam. Untung saya berhasil selamat,” katanya.
Berbagai trauma itu kemudian berubah menjadi dendam membara di hati Advent. Alhasil, ia pun memutuskan untuk kabur dari rumah mendaftarkan diri pada sebuah perguruan karate. Advent Bangun punya masa lalu yang pahit hingga membuatnya trauma dan menyimpan dendam membara. Tak ingin menjadi pria lemah, ia pun mendaftarkan diri pada perguruan karate. Semenjak itu, pria kelahiran Kabanjahe, Sumatera Utara, 12 Oktober 1952 itu giat berlatih karate. Ia bahkan menempa diri dan berlatih lebih giat dibandingkan murid-murid seperguruannya yang lain.
“Pagi, siang, sore, malam saya latihan terus. Kalau orang latihan satu jam, saya dua jam. Kalau yang lain latihan dua jam, saya empat jam. Prinsip saya itu dari dulu memang harus selalu nomor satu,” ungkapnya.
Sejak saat itu, Advent pun berubah jadi pria tangguh dan bergabung menjadi atlet karate nasional. Ia kerap meraih juara satu di berbagai kejuaraan nasional dan internasional selama 12 tahun sejak 1972 hingga 1984.
“Saya itu dulu tanding karate kayak pelampiasan dendam saja. Amarah rasanya terlampiaskan kalau lawan tumbang,” ujarnya. “Saya itu sempat dapat julukan dokter gigi, karena sering mematahkan gigi lawan,” sambungnya seraya tertawa.
Prestasi di dunia karate itu pula yang kemudian membukakan jalan Advent ke dunia seni peran. Sejak 1976 hingga 2000, ia telah membintangi lebih dari 60 judul film, di antaranya ‘Rajawali Sakti’ (1976), ‘Dua Pendekar Pembelah Langit’ (1977), ‘Golok Setan’ (1983), ‘Carok’ (1985), ‘Dendam Dua Jagoan’ (1986), dan ‘Pendekar Bukit Tengkorak’ (1987).
Pada masa itu, nama Advent begitu berjaya sebagai tokoh film laga berkarakter antagonis yang kerap disandingkan dengan aktor protagonis Barry Prima. Namun sayang, sifat jahatnya dalam film itu ikut terbawa hingga ke rumah tangganya.
Nama besar Advent di dunia karate dan film membuat dirinya menjadi sosok yang angkuh dan temperamental serta pencemburu. Hampir setiap hari dirinya terlibat cekcok dan memaki isterinya Lois Riani Amalia Sinulingga. Namun, sang isterinya tetap bertahan dan bahkan selalu mendoakannya.
Singkat cerita, ia pun mengalami sebuah pertobatan saat terpaksa mengantarkan isterinya ke gereja. “Pas di gereja itu saya mendengar kotbah yang bilang, kuduslah kamu sebab Aku kudus. Lalu, berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan,” katanya menuturkan.
Ketika itu, Advent pun mengaku menangis sejadi-jadinya. “Itu saya cari tempat dan nangis karena malu. Rasanya seperti tertampar. Saya sudah terlalu banyak dendam, marah, benci sama banyak orang,” kisahnya.
Sejak saat itu, ayah lima anak ini pun perlahan mulai berubah menjadi sosok yang baik. Pada 25 Februari 1999 ia pun dibabtis dan bahkan kini telah menjadi seorang pendeta yang lebih dikenal dengan nama Thomas Bangun.
“Segala kesombongan saya di dunia karate dan film telah hancur. Dulu Tuhan saya itu karate dan film, sekarang sudah tidak lagi. Semua sudah saya tinggalkan dan saya hidup bahagia tanpa dendam. Sekarang yang ada hanya kasih,” tandasnya. (bar/hkm)
No comments:
Post a Comment