KESAKSIAN ALLAH YANG MENYURUH SAYA MENOLONGMU “BECAK MOTOR”
Saya tidak mau diantar
Tiba-tiba saya melihat waktu sudah jam 11 malam. Saya mendengar suatu suara berkata, “Engkau akan bersaksi di Muree besok dan kau masih disini sekarang.” Saya menjadi agak panik dan bergegas ke kamar kakak perempuanku serta memohon bantuan bila ada orang yang dapat mengantarku ku ke Badami Bagh. Tapi mobil Samina sedang dipakai tamu-tamu lainnya, Anis sedang sibuk dengan kaum keluarga suaminya dan beberapa tamu dengan tegas menolak – saya mendengar seseorang berkata, “Kami tidak mau mencemarkan mobil kami. Mintalah kepada Yesusmu untuk menolong dirimu.” Samina mendekat dan memegang tanganku – “Gulshan maafkan saya karena tidak dapat menolongmu. Kenapa kau tidak bermalam dengan kami malam ini lalu besok kami akan mengantarmu ke stasiun bus?” Sebenarnya usul ini baik kedengarannya, karena bagi seorang wanita pergi sendirian dimalam hari seperti ini di jalanan mengandung ancaman bahaya. Namun saya merasakan suatu desakan perasaan yang mendorongku. Saya telah diberi tugas sehingga saya harus mengusahakan sedapatnya untuk memperoleh jalan keluarnya
Saya minta Tuhan tolong saya
Lupa berpamitan saya menyelinap perlahan dari rumah yang terang benderang itu bersama seluruh kesenangan dan rasa amannya lalu berdiri di pinggir jalan. Awanawan menyelubungi bulan, rumah-rumah dan pepohonan kelihatan samar dalam kegelapan. Dahan-dahan sebatang pohon mulberry (bebesaran) mendesir diatas kepalaku. Dengan gugup saya bergerak dibawah bayangannya.”Tuhan, Engkau telah menyucikan saya. Jagalah dan tolonglah agar saya dapat sampai ke stasiun bus pada waktunya. Saya serahkan diriku sepenuh-penuhnya dalam lidungan Tuhan,” doaku. Ketika saya mengakhiri doaku, air mata jatuh berlinang. Saya merasa kehadiran Allah di sekelilingku di dalam gelap itu dan di dalam lingkaran itu saya merasa aman.
Saya mendengar suara motor
Lalu dari jauh saya mendengar dan makin mendekat, bunyi deru mesin sepeda motor dan hampir bersamaan saya melihat lampu depannya kelap-kelip; cahaya lampu diselubungi kegelapan malam itu, sewaktu kendaraan itu bergerak menuju ke arahku menelusuri jalanan aspal. Saya melihat rupanya sebuah rickshaw (semacam becak bertutup yang dilengkapi mesin). Apakah kendaraan ini sedang membawa seseorang yang terlambat datang ke pesta kawin itu ataukah pengemudinya akan pulang setelah bekerja sehari-harian? Sambil berdoa agar orang ini akan berhenti bagiku, saya melambai-lambai dan kendaraan itu berhenti disamping tempat saya berdiri.
“Dapatkah bapak membawa saya ke Badami Bagh secepat yang dapat bapak lakukan? Saya harus mengejar sebuah sebuah bus yang akan berangkat ke Rawalpindi selekas mungkin.” Saya tidak dapat melihat wajahnya karena ia memakai semacam penutup kepala, namun ia mengangguk dan saya naik keatas kendaran itu dan saya tidak mau mengira-ngira apakah orang ini penjahat yang akan mengambil keuntungan dari situasi saya.
Saya di antar terminal bis
Kami bergerak maju, meninggalkan gema deru mesin. Rasanya kami melaju degan cepat sepanjang jalan. Sewaktu kami berputar masuk ke Badami Bagh saya melihat ke jam saya, nyatanya kami menempuh jarak 28 km dalam waktu 5 menit. Pengemudi itu mengangkat tas kerjaku tanpa berkata-kata dan membawanya ke deretan bus Watan Transport untuk tujuan Rawalpindi. Waktu ia mendekat, kelihatan berperawakan tegap dan mengenakan sebuah jubah panjang yang aneh berwarna coklat tua, pikirku mungkin di seorang Pathan (Indo-Iran).
Tasku diletakkan di bawah tempat duduk depan dan mau berlalu tanpa menunggu bayaran, sewaktu saya menghentikan dan bertanya, “Berapa ongkos yang harus saya bayar?”
Allah yang menyuruh saya menolongmu
Setelah berpaling kearahku, ia berkata, “Allah telah menyuruh saya untuk menolongmu. Pergilah dengan damai”. Lalu ia membalik, pada lipatan leher jubahnya dan pada lengannya yang berotot saya membaca sebuah kata yang ditulis dengan huruf mengkilap “PETRUS”.Saya berusaha melihat wajahnya namun saya hanya dapat melihat matanya yang bercahaya.
Air mataku berlinang-linang dan saya terpaksa menghapusnya. Ketika saya menengok lagi kearahnya, dia telah menghilang dan tidak mengambil bayaranku, saya melihat ke sekeliling stasiun bus itu yang pada waktu malam selarut itu cukup sibuk karena orang-orang lebih suka bepergian di saat itu dibandingkan dengan di siang hari yang panas, namun yang terlihat ialah para penumpang bus yang meluruskan kaki-kakinya bersiapsiap melaksanakan perjalanan panjang. Saya mengambil tempat di tempat duduk berkasur, satu-satunya wanita di bus itu yang bepergian sendirian dan tidak mengenakan ‘burka’ dan saya membayar ongkosnya pada kondektur sewaktu ditagih.
No comments:
Post a Comment