Kartu Pra Kerja Jokowi, Benarkah Orang Nganggur Nanti Digaji?
Fokus Berita: Pilpres 2019
Oleh: Denny Siregar*
"Enak benar ya zaman Jokowi kalau dia menang lagi. Orang nganggur nanti digaji."
Begitu status sinis seseorang ketika membaca bahwa Jokowi akan keluarkan kartu PraKerja. Dan seperti biasa komen-komen bernada negatif bermunculan bagai keriuhan kampret keluar sarang. "Pencitraan menjelang Pilpres," begitu rata-rata narasi mereka.
Bahkan beberapa teman pendukung Jokowi juga menyatakan keberatan dengan ide ini. "Ini akan membuat orang malas tambah malas. Malah banyak yang nganggur nanti karena malas pun digaji."
Pertanyaannya, benarkah begitu?
Ada yang menarik dari komentar seseorang di UK tentang masalah kartu PraKerja ini. Saya ringkaskan dari komennya yang panjang itu.
"Di UK ada program seperti itu. Namanya JobSeekers Allowance atau JSA. Suami saya kena program pengurangan tenaga kerja. Dari yang biasanya kena pajak 40 % mendadak tidak punya penghasilan. Dari program JSA itu kami mendapat sekitar £72 (Rp 1,3 juta). Meski tidak cukup, bisalah membayar tagihan-tagihan dan sedikit untuk hidup.
Program itu hanya untuk 6 bulan. Setiap minggu suami harus lapor sudah melamar kerja di mana saja. Kalau gada usaha melamar kerja, program itu distop. Dari uang program itu juga bisa ikut pelatihan kerja. Bayar biaya pelatihan separuh, sisanya dibayar sesudah dapat kerja.
Program JSA itu sangat membantu terutama dalam situasi sulit. Untung dalam waktu 2 bulan suami sudah dapat kerja."
Dari penjelasan ini, barulah saya mendapat model bagaimana kartu PraKerja ini kelak akan berguna sebagai "jaring pengaman sementara".
Kartu ini bisa berfungsi banyak, selain membantu biaya hidup saat kena PHK, juga berfungsi membantu lulusan SMK atau Kuliah untuk menghidupi diri mereka sementara sambil mengurus kerja. Karena urusan perut tidak bisa menunggu sehari saja. Orang bisa gelap mata.
Jokowi berpikir jauh ke depan, dan mulai membangun pondasi dari sekarang
Tentu ada syarat-syaratnya, terutama syarat bahwa pemegang kartu harus ada usaha melamar kerja. Setiap minggu atau bulan harus melapor perkembangan usaha mereka. Kalau gada usaha sama sekali, ya distop.
Tentu kartu ini juga berfungsi supaya para pencari kerja bisa mengikuti pelatihan keterampilan kerja, termasuk membantu menyalurkan ke mana mereka bisa bekerja. Akhirnya dengan konsep ini bisa memisahkan mana yang minat kerja dan mana yang memang malas seumur hidupnya.
Tetapi dengan adanya kartu PraKerja ini minimal kita bisa melihat bahwa negara juga memperhatikan kebutuhan warganya. Jangan kemudian mereka dibiarkan begitu saja, sehingga pengangguran di mana-mana. Trus cuman dikasih nasihat, "Hidup ini keras, kawan." Harus ada solusi karena ini masalah periuk nasi.
Jokowi tetap berpikiran manusia harus berpikir dan beretos kerja. Negara akan memfasilitasi banyak hal untuk mereka. Semua orang punya kesempatan yang sama, tidak dibedakan dari mana dia asalnya. Pembedanya hanya niat dan kemauan saja. Kemampuan bisa dilatih sesuai bakatnya.
Jadi jangan dulu ribut sebelum kita tahu sistemnya, karena Jokowi ini berpikir jauh ke depan, dan mulai membangun pondasi dari sekarang.
Setidaknya, kelak ketika ada yang gagal nyapres untuk ketiga kalinya, sudah ada kartu Prakerja sebagai jaring pengaman sementara, supaya bisa latihan lagi untuk Nyapres ke empat kalinya. Gagal lagi, latihan lagi. Begitu terus sampe tua. Sekalinya kepilih, besoknya mati karena usia.
Kalau paham, mari seruput kopinya....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Sumber: https://www.tagar.id/kartu-pra-kerja-jokowi-benarkah-orang-nganggur-nanti-digaji
Oleh: Denny Siregar*
"Enak benar ya zaman Jokowi kalau dia menang lagi. Orang nganggur nanti digaji."
Begitu status sinis seseorang ketika membaca bahwa Jokowi akan keluarkan kartu PraKerja. Dan seperti biasa komen-komen bernada negatif bermunculan bagai keriuhan kampret keluar sarang. "Pencitraan menjelang Pilpres," begitu rata-rata narasi mereka.
Bahkan beberapa teman pendukung Jokowi juga menyatakan keberatan dengan ide ini. "Ini akan membuat orang malas tambah malas. Malah banyak yang nganggur nanti karena malas pun digaji."
Pertanyaannya, benarkah begitu?
Ada yang menarik dari komentar seseorang di UK tentang masalah kartu PraKerja ini. Saya ringkaskan dari komennya yang panjang itu.
"Di UK ada program seperti itu. Namanya JobSeekers Allowance atau JSA. Suami saya kena program pengurangan tenaga kerja. Dari yang biasanya kena pajak 40 % mendadak tidak punya penghasilan. Dari program JSA itu kami mendapat sekitar £72 (Rp 1,3 juta). Meski tidak cukup, bisalah membayar tagihan-tagihan dan sedikit untuk hidup.
Program itu hanya untuk 6 bulan. Setiap minggu suami harus lapor sudah melamar kerja di mana saja. Kalau gada usaha melamar kerja, program itu distop. Dari uang program itu juga bisa ikut pelatihan kerja. Bayar biaya pelatihan separuh, sisanya dibayar sesudah dapat kerja.
Program JSA itu sangat membantu terutama dalam situasi sulit. Untung dalam waktu 2 bulan suami sudah dapat kerja."
Dari penjelasan ini, barulah saya mendapat model bagaimana kartu PraKerja ini kelak akan berguna sebagai "jaring pengaman sementara".
Kartu ini bisa berfungsi banyak, selain membantu biaya hidup saat kena PHK, juga berfungsi membantu lulusan SMK atau Kuliah untuk menghidupi diri mereka sementara sambil mengurus kerja. Karena urusan perut tidak bisa menunggu sehari saja. Orang bisa gelap mata.
Jokowi berpikir jauh ke depan, dan mulai membangun pondasi dari sekarang
Tentu ada syarat-syaratnya, terutama syarat bahwa pemegang kartu harus ada usaha melamar kerja. Setiap minggu atau bulan harus melapor perkembangan usaha mereka. Kalau gada usaha sama sekali, ya distop.
Tentu kartu ini juga berfungsi supaya para pencari kerja bisa mengikuti pelatihan keterampilan kerja, termasuk membantu menyalurkan ke mana mereka bisa bekerja. Akhirnya dengan konsep ini bisa memisahkan mana yang minat kerja dan mana yang memang malas seumur hidupnya.
Tetapi dengan adanya kartu PraKerja ini minimal kita bisa melihat bahwa negara juga memperhatikan kebutuhan warganya. Jangan kemudian mereka dibiarkan begitu saja, sehingga pengangguran di mana-mana. Trus cuman dikasih nasihat, "Hidup ini keras, kawan." Harus ada solusi karena ini masalah periuk nasi.
Jokowi tetap berpikiran manusia harus berpikir dan beretos kerja. Negara akan memfasilitasi banyak hal untuk mereka. Semua orang punya kesempatan yang sama, tidak dibedakan dari mana dia asalnya. Pembedanya hanya niat dan kemauan saja. Kemampuan bisa dilatih sesuai bakatnya.
Jadi jangan dulu ribut sebelum kita tahu sistemnya, karena Jokowi ini berpikir jauh ke depan, dan mulai membangun pondasi dari sekarang.
Setidaknya, kelak ketika ada yang gagal nyapres untuk ketiga kalinya, sudah ada kartu Prakerja sebagai jaring pengaman sementara, supaya bisa latihan lagi untuk Nyapres ke empat kalinya. Gagal lagi, latihan lagi. Begitu terus sampe tua. Sekalinya kepilih, besoknya mati karena usia.
Kalau paham, mari seruput kopinya....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Sumber: https://www.tagar.id/kartu-pra-kerja-jokowi-benarkah-orang-nganggur-nanti-digaji
Academic writing is clear, concise, focussed, structured and backed up by evidence. Its purpose is to aid the reader’s understanding.
ReplyDeleteIt has a formal tone and style, but it is not complex and does not require the use of long sentences and complicated vocabulary.
Each subject discipline will have certain writing conventions, vocabulary and types of discourse that you will become familiar with over the course of your degree. However, there are some general characteristics of academic writing that are relevant across all disciplines.
Read more about academic writing at Letter of Recommendation Example