Lahir di Kandang Ayam, Hermanto Kini Jadi Crazy Rich Punya 75 Perusahaan
Selasa, 5 Mei 2020 08:40Reporter : Addina Zulfa Fa'izah
Merdeka.com - Hermanto Tanoko merupakan salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Putra bungsu dari pendiri PT. Avia Avian, Soetikno Tanoko ini telah memiliki banyak perusahaan.
Tak heran jika dirinya disebut sebagai 'Crazy Rich'. Meski demikian, siapa sangka dulunya Hermanto lahir di kandang ayam.
Penasaran dengan kisah Hermanto Tanoko? Berikut ulasan lengkapnya.
1 dari 10 halaman
Lahir di Kandang Ayam
©2020 Merdeka.com/Youtube SuccesBefore30
Melalui unggahan channel Youtube 'SuccessBefore30', seorang pengusaha sukses bernama Hermanto menceritakan tentang kisah hidupnya. Dibalik kesuksesannya, siapa sangka Hermanto dulu ternyata lahir di kandang ayam.
"Kalau saya ini dilahirkan di Bulan September 1962 di Kota Malang. Mama saya anaknya lima, saya yang paling kecil nomor lima, dan semuanya dilahirkan oleh Bidan. Karena memang ekonomi kami ini memang waktu itu susah sekali, karena papa kena PP10 tahun 60, jadi harus tinggal di emper-emper, gunung kawi, vihara, sampai akhirnya bisa menyewa rumah yang semestinya bukan rumah tapi bekas kandang ayam dengan ukuran 1,5x9 m, saya begitu lahir sudah tinggal di kandang ayam," ujar Hermanto menceritakan.
2 dari 10 halaman
Ayah dan Ibu Pekerja Keras
©2020 Merdeka.com/Youtube SuccesBefore30
Hermanto menceritakan bahwa ayah dan ibunya merupakan sosok pekerja keras.
"Jadi papa ini memang pekerja keras, mama juga. Jadi papa itu setiap harinya harus naik sepeda ke Singosari untuk membeli hasil bumi dari para petani, terus dijual di kota Malang. Sedangkan mama menjual pakaian-pakaian bekas di depan rumah. Tapi memang papa mama itu benar-benar pekerja keras, " kata Hermanto.
"Jadi papa ini memang pekerja keras, mama juga. Jadi papa itu setiap harinya harus naik sepeda ke Singosari untuk membeli hasil bumi dari para petani, terus dijual di kota Malang. Sedangkan mama menjual pakaian-pakaian bekas di depan rumah. Tapi memang papa mama itu benar-benar pekerja keras, " kata Hermanto.
3 dari 10 halaman
Paham Investasi Sejak Kecil
©2020 Merdeka.com/Youtube SuccesBefore30
Hermanto telah paham investasi sejak dirinya masih berusia lima tahun. Hal ini bermula ketika dirinya mendapat angpau Imlek.
"Papa tahun 62 itu buka toko cat, kalau mama tahun 64 buka toko kelontong. Waktu saya usia lima tahun, berarti tahun 67. Kalau Imlek tradisi Chinese itu kan selalu kasih angpau ke anak-anak. Uang angpau setelah terkumpul, mama papa menawarkan suatu investasi ke saya. You mau enggak invest tepung terigu, harganya mau naik. Oke mau. Bapak catat," ujar Hermanto.
"Terus besoknya sudah tanya lagi, tepung terigunya sudah naik belum sudah terjual belum. Oh sudah. Ditawari lagi saya, mau beli biskuit enggak, ini yang mau naik biskuit. Oh mau. Beli biskuit, terus akhirnya dibelikan minyak goreng dan seterusnya. Jadi akhirnya saya di toko itu jadi senang, jadi tau, jual roti itu untungnya cuma sekian. Jual telur asin sekian, jual minyak goreng sekian, jadi benar-benar nilai uang itu enggak gampang nyari gitu," lanjutnya.
"Mama itu dengan anak luar biasa baiknya, enggak pernah melarang, suruh semua dimakan. Saya setelah tau, mana bisa, setelah makan roti disuruh makan yang lain, untungnya belum dapet ini. Belum jualan sepuluh kali lipat mana bisa makan. Jadi kami ini benar-benar mengerti nilai uang mulai usia dini," pungkasnya.
"Papa tahun 62 itu buka toko cat, kalau mama tahun 64 buka toko kelontong. Waktu saya usia lima tahun, berarti tahun 67. Kalau Imlek tradisi Chinese itu kan selalu kasih angpau ke anak-anak. Uang angpau setelah terkumpul, mama papa menawarkan suatu investasi ke saya. You mau enggak invest tepung terigu, harganya mau naik. Oke mau. Bapak catat," ujar Hermanto.
"Terus besoknya sudah tanya lagi, tepung terigunya sudah naik belum sudah terjual belum. Oh sudah. Ditawari lagi saya, mau beli biskuit enggak, ini yang mau naik biskuit. Oh mau. Beli biskuit, terus akhirnya dibelikan minyak goreng dan seterusnya. Jadi akhirnya saya di toko itu jadi senang, jadi tau, jual roti itu untungnya cuma sekian. Jual telur asin sekian, jual minyak goreng sekian, jadi benar-benar nilai uang itu enggak gampang nyari gitu," lanjutnya.
"Mama itu dengan anak luar biasa baiknya, enggak pernah melarang, suruh semua dimakan. Saya setelah tau, mana bisa, setelah makan roti disuruh makan yang lain, untungnya belum dapet ini. Belum jualan sepuluh kali lipat mana bisa makan. Jadi kami ini benar-benar mengerti nilai uang mulai usia dini," pungkasnya.
4 dari 10 halaman
Belajar Dagang dari Kelereng
©2020 Merdeka.com/Youtube SuccesBefore30
Hermanto pun melanjutkan ceritanya. Ia mengatakan bahwa dirinya telah belajar dagang dari kelereng.
"Jadi enggak bisa jajan karena tau harganya sangat mahal. Sampai kalau mainan kelereng itu, saya itu latihannya pakai batu yang bunder. Dari situ saya latihan dari jarak satu meter dua meter sampai titis bagus gitu," kata Hermanto.
"Jadi waktu di sekolah banyak orang yang bawa kelereng, kalau dia mulai kalah, saya mainin. Akhirnya saya mainin menang banyak, saya dikasih cuan. Dari keuntungan yang didapat itu, akhirnya saya main sendiri, sampai menangnya berkaleng-kaleng," lanjutnya.
"Akhirnya yang bagus-bagus saya cuci, saya jual di toko mama. Jadi saya jual di toko mama itu waktu 6 tahun 7 tahun," imbuhnya.
"Jadi enggak bisa jajan karena tau harganya sangat mahal. Sampai kalau mainan kelereng itu, saya itu latihannya pakai batu yang bunder. Dari situ saya latihan dari jarak satu meter dua meter sampai titis bagus gitu," kata Hermanto.
"Jadi waktu di sekolah banyak orang yang bawa kelereng, kalau dia mulai kalah, saya mainin. Akhirnya saya mainin menang banyak, saya dikasih cuan. Dari keuntungan yang didapat itu, akhirnya saya main sendiri, sampai menangnya berkaleng-kaleng," lanjutnya.
"Akhirnya yang bagus-bagus saya cuci, saya jual di toko mama. Jadi saya jual di toko mama itu waktu 6 tahun 7 tahun," imbuhnya.
5 dari 10 halaman
Pernah Jaga Toko Cat
©2020 Merdeka.com/Youtube SuccesBefore30
Di usia delapan, sembilan tahun, Hermanto telah diajak oleh sang ayah untuk membantu menjaga toko catnya. Dari sana lah ia belajar tentang product knowledge.
"Di usia, delapan, sembilan, sepuluh itu papa mulai ngajak saya ke toko catnya. Jadi saya disuruh melayani di toko-toko cat itu melayani pembeli, mulai dari satu ons dua ons. Terus dari sana saya tau, kalau papa saya ini merk tertentu itu jadi agen tunggal," ungkap Hermanto.
"Kalau agen tunggal itu keuntungannya jauh lebih besar. Dari sana saya jadi belajar product knowledge, produk yang keuntungannya besar itu apa keunggulannya dibanding dengan brand-brand yang sudah laku. Ternyata keunggulannya banyak, mulai dari harganya lebih murah, lebih kental, lebih cepat kering, lebih kilap," lanjutnya.
"Dari pengetahuan itu, kalau ada pembeli brand yang sudah terkenal saya switch ke brand yang papa jadi agen tunggal. Hampir sembilan puluh persen menurut," pungkasnya.
"Di usia, delapan, sembilan, sepuluh itu papa mulai ngajak saya ke toko catnya. Jadi saya disuruh melayani di toko-toko cat itu melayani pembeli, mulai dari satu ons dua ons. Terus dari sana saya tau, kalau papa saya ini merk tertentu itu jadi agen tunggal," ungkap Hermanto.
"Kalau agen tunggal itu keuntungannya jauh lebih besar. Dari sana saya jadi belajar product knowledge, produk yang keuntungannya besar itu apa keunggulannya dibanding dengan brand-brand yang sudah laku. Ternyata keunggulannya banyak, mulai dari harganya lebih murah, lebih kental, lebih cepat kering, lebih kilap," lanjutnya.
"Dari pengetahuan itu, kalau ada pembeli brand yang sudah terkenal saya switch ke brand yang papa jadi agen tunggal. Hampir sembilan puluh persen menurut," pungkasnya.
6 dari 10 halaman
Pernah Jaga Apotek
Tak hanya menjaga toko cat, Hermanto juga diberi kepercayaan oleh sang ayah untuk mengurus apotek yang dimiliki keluarganya di usia empat belas tahun.
"Di usia empat belas tahun, saya dipanggil oleh papa saya, ditanya di sebelah rumah ini ada apotek mau dijual. Kalau enggak dibeli, sayang, karena ini persis di sebelah rumah. Tapi kalau dibeli, siapa yang jaga. Tanya nya ke saya," ujar Hermanto menceritakan.
"Saya aja yang jaga. Habis pulang sekolah saya langsung jaga. Oh bisa ya? bisa pak. Dibeli sungguhan suruh saya yang jaga. Jadi saya pulang sekolah, makan, jam satu sampai jam sembilan saya itu di apotek. Jadi saya belajarnya itu, jam empat jam lima pagi. Jadi saya bangunnya itu pagi. Buat PR, belajar, sampai sekarang saya bangunnya jam empat jam lima pagi. Jadi udah kebiasaan sampai saat ini saya bangun pagi," lanjutnya.
"Saya di awal itu sudah punya mimpi, apotek saya harus yang paling ramai di Kota Malang. Jadi dari mimpi itu akhirnya saya mempelajari. Apotek yang sudah ramai itu harga jualnya berapa persen ngambil keuntungan, terus ngelayanin pelanggan itu berapa lama, itu saya selidiki semua," terangnya.
"Akhirnya, saya membuat satu inisiatif, bagaimana agar harga saya paling murah yaitu dengan membeli kontan, dapat potongan lima belas dua puluh persen, saya berikan ke pembeli. Terus karena obat saya enggak lengkap, kelemahan itu saya jadikan kekuatan, dengan saya kasih ongkos kirim, ongkos ambil resep gratis. Jadi saya cuma sedia sepeda motor, saya ngelayani costumer, enggak perlu nunggu obat. Saya kirimkan," pungkasnya.
"Di usia empat belas tahun, saya dipanggil oleh papa saya, ditanya di sebelah rumah ini ada apotek mau dijual. Kalau enggak dibeli, sayang, karena ini persis di sebelah rumah. Tapi kalau dibeli, siapa yang jaga. Tanya nya ke saya," ujar Hermanto menceritakan.
"Saya aja yang jaga. Habis pulang sekolah saya langsung jaga. Oh bisa ya? bisa pak. Dibeli sungguhan suruh saya yang jaga. Jadi saya pulang sekolah, makan, jam satu sampai jam sembilan saya itu di apotek. Jadi saya belajarnya itu, jam empat jam lima pagi. Jadi saya bangunnya itu pagi. Buat PR, belajar, sampai sekarang saya bangunnya jam empat jam lima pagi. Jadi udah kebiasaan sampai saat ini saya bangun pagi," lanjutnya.
"Saya di awal itu sudah punya mimpi, apotek saya harus yang paling ramai di Kota Malang. Jadi dari mimpi itu akhirnya saya mempelajari. Apotek yang sudah ramai itu harga jualnya berapa persen ngambil keuntungan, terus ngelayanin pelanggan itu berapa lama, itu saya selidiki semua," terangnya.
"Akhirnya, saya membuat satu inisiatif, bagaimana agar harga saya paling murah yaitu dengan membeli kontan, dapat potongan lima belas dua puluh persen, saya berikan ke pembeli. Terus karena obat saya enggak lengkap, kelemahan itu saya jadikan kekuatan, dengan saya kasih ongkos kirim, ongkos ambil resep gratis. Jadi saya cuma sedia sepeda motor, saya ngelayani costumer, enggak perlu nunggu obat. Saya kirimkan," pungkasnya.
7 dari 10 halaman
Bangun Pabrik Cat Avian
©2020 Merdeka.com/Youtube SuccesBefore30
Hermanto merupakan putra bungsu dari pendiri PT. Avia Avian, Soetikno Tanoko. Ia menceritakan ketika sang ayah dan dirinya membangun dan mengelola pabrik cat Avian.
"Waktu saya setelah menikah, usia 19 tahun. Saya diminta papa untuk membantu papa di Pabrik Cat Avian. Jadi papa ini merintis Avian di tanggal 1 November 1978, waktu devaluasi rupiah dengan delapan belas karyawan," kata Hermanto.
"Saya di akhir tahun 1982, diminta membantu, itu awal ketemu papa saya tanya, Avian ini visi ke depannya apa. Cita-cita papa ini apa. Papa saya nangkep, papa ingin Avian jadi nomor satu di Indonesia. Padahal pabriknya ini masih pabrik yang belum besar, pagar aja enggak ada. Drum-drum itu ditaruh di sawah," lanjutnya.
"Jadi saya semangat sekali. Saya ngomong, pa kalau gitu kita harus memperkuat, kualitas yang bagus kita pertahankan terus. Nah itu Avian itu tumbuh terus, double digit setiap tahunnya. Jadi Avian ini sekarang sudah 40 tahun. 40 tahun itu ibarat kalau setiap 10 tahun itu naiknya puluhan kali, dawarsa kedua puluh naiknya ratusan, dasawarsa ketiga puluh naiknya ribuan, dasawarsa keempat puluh ini sudah puluhan ribu kali," imbuhnya.
"Sehingga merk cat nasional yang dari home industri bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan global dan kami menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Di dunia, pada ulang tahun yang ke-40 ini, kami bersyukur menjadi nomor 40," pungkasnya.
"Waktu saya setelah menikah, usia 19 tahun. Saya diminta papa untuk membantu papa di Pabrik Cat Avian. Jadi papa ini merintis Avian di tanggal 1 November 1978, waktu devaluasi rupiah dengan delapan belas karyawan," kata Hermanto.
"Saya di akhir tahun 1982, diminta membantu, itu awal ketemu papa saya tanya, Avian ini visi ke depannya apa. Cita-cita papa ini apa. Papa saya nangkep, papa ingin Avian jadi nomor satu di Indonesia. Padahal pabriknya ini masih pabrik yang belum besar, pagar aja enggak ada. Drum-drum itu ditaruh di sawah," lanjutnya.
"Jadi saya semangat sekali. Saya ngomong, pa kalau gitu kita harus memperkuat, kualitas yang bagus kita pertahankan terus. Nah itu Avian itu tumbuh terus, double digit setiap tahunnya. Jadi Avian ini sekarang sudah 40 tahun. 40 tahun itu ibarat kalau setiap 10 tahun itu naiknya puluhan kali, dawarsa kedua puluh naiknya ratusan, dasawarsa ketiga puluh naiknya ribuan, dasawarsa keempat puluh ini sudah puluhan ribu kali," imbuhnya.
"Sehingga merk cat nasional yang dari home industri bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan global dan kami menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Di dunia, pada ulang tahun yang ke-40 ini, kami bersyukur menjadi nomor 40," pungkasnya.
8 dari 10 halaman
Sukses Lewati Krisis 98
Di usia 35 tahun, Hermanto telah sukses melewati krisis tahun 98. Kesuksesan Hermanto melewati krisis, berkat pesan dari sang ayah yang ia ingat dan laksanakan dengan baik.
"Jadi waktu krisis 97 98, kami seluruh perusahaan, seluruh anak cucu punya usaha, itu tidak ada yang sampai hutang tidak bisa dibayar, baik hutang ke bank atau hutang ke principle. Semuanya kami bisa bayar karena papa sudah mengajarkan. Jangan berhutang dalam mata uang asing karena kita berjualan di Indonesia, mendapatkan uang Indonesia," terangnya.
Jadi kalau hutang mata uang asing, ada devaluasi atau perubahan, terus nilainya berlipat kali, you enggak bisa bayar, bagaimana tanggung jawabmu kepada bank atau pihak ketiga tadi. Jangan tamak, tapi you harus punya perasaan perhitungan tanggung jawab. Ini yang menyelamatkan kami dari setiap krisis apapun," imbuhnya.
"Jadi waktu krisis 97 98, kami seluruh perusahaan, seluruh anak cucu punya usaha, itu tidak ada yang sampai hutang tidak bisa dibayar, baik hutang ke bank atau hutang ke principle. Semuanya kami bisa bayar karena papa sudah mengajarkan. Jangan berhutang dalam mata uang asing karena kita berjualan di Indonesia, mendapatkan uang Indonesia," terangnya.
Jadi kalau hutang mata uang asing, ada devaluasi atau perubahan, terus nilainya berlipat kali, you enggak bisa bayar, bagaimana tanggung jawabmu kepada bank atau pihak ketiga tadi. Jangan tamak, tapi you harus punya perasaan perhitungan tanggung jawab. Ini yang menyelamatkan kami dari setiap krisis apapun," imbuhnya.
9 dari 10 halaman
Sosok Hermanto Tanoko
©2019 Youtube Rico Huang dan Instagram Hermanto Tanoko
Hermanto Tanoko merupakan salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Dengan meniru jalan karier sang ayah, Hermanto mulai merintis usahanya di berbagai bidang.
Bahkan, saat ini Tan Corp Group telah memiliki lebih dari 15 ribu karyawan. Tan Corp Gorup terdiri 8 subholding, 77 perusahaan, dan lebih dari 300 brand.
Perusahaan tersebut telah berhasil mendapat ratusan penghargaan baik nasional maupun internasional.
Bahkan, saat ini Tan Corp Group telah memiliki lebih dari 15 ribu karyawan. Tan Corp Gorup terdiri 8 subholding, 77 perusahaan, dan lebih dari 300 brand.
Perusahaan tersebut telah berhasil mendapat ratusan penghargaan baik nasional maupun internasional.
10 dari 10 halaman
Bangun Hotel Rp1,8 Triliun
Melalui wawancara Rico Huang dengan Hermanto pada (26/6/2019) lalu, Hermanto membenarkan bahwa hotel Vasa Luxury Hotel yang ia bangun dengan Tung Desem Waringin menghabiskan biaya Rp1,8 triliun.
"Iya, kalau dihitung secara keseluruhan dengan office towernya ya," terang Hermanto.
Hotel mewah tersebut menjadi hotel kebanggaan Hermanto dan juga masyarakat Surabaya. Bahkan, Vasa Luxury Hotel menjadi tempat menginap favorit Presiden Jokowi jika berkunjung ke Surabaya.
"Iya, kalau dihitung secara keseluruhan dengan office towernya ya," terang Hermanto.
Hotel mewah tersebut menjadi hotel kebanggaan Hermanto dan juga masyarakat Surabaya. Bahkan, Vasa Luxury Hotel menjadi tempat menginap favorit Presiden Jokowi jika berkunjung ke Surabaya.
[add]
No comments:
Post a Comment