Ketika Amerika Serikat memindahkan kedutaannya ke ibukota Israel, Yerusalem, beberapa nubuat kuno akan tergenapi. Itu juga adalah hari di mana dunia melihat keberanian orang yang mewujudkannya: Presiden Donald Trump.
Selama beberapa dekade terakhir, Kongres Amerika Serikat telah memberikan suara bulat untuk merelokasi kedutaan besar dari Tel Aviv, kota terbesar Israel, ke Yerusalem, ibukota yang didedikasikan Israel. Itu memang masuk akal; karena, setiap negara di dunia memutuskan lokasi ibukota dan kedutaan-kedutaannya berada di ibu kota tersebut. Secara alkitabiah, itu juga merupakan hal yang benar untuk dilakukan. Yerusalem telah menjadi ibu kota Israel sejak Raja Daud, 3000 tahun yang lalu, menguduskan Yerusalem sebagai ibu kota Yudea. Kemudian, dia menyusun rencana pembangunan Bait Elohim dan segera setelah itu putranya, Salomo, membangun istana-istana dan Bait Elohim di bukit-bukit yang tinggi itu. Semua catatan sejarah dan bukti-bukti arkeologi mendukung hal ini.
Sejak zaman Abraham, bukit-bukit Yerusalem dan Gunung Moriah secara khusus telah memainkan peran penting di antara orang Ibrani di tanah kuno alkitab mereka. Selama ribuan tahun, hati dan jutaan doa-doa orang Yahudi, tiga kali sehari, diarahkan untuk kembali ke Zion, Zion menjadi sinonim untuk Yerusalem itu sendiri. Tidak ada orang atau bangsa lain yang melintasi tanah antara Laut Tengah dan Sungai Yordan telah menjadikan Yerusalem sebagai pusat teologi, sejarah, kerinduan spiritual, maupun puncak sukacita dan perayaan mereka. Tidak seorang pun kecuali orang-orang Yahudi, yang mengolahnya dan membuat tanah itu berkembang dan kota-kotanya berkembang.
Kedutaan AS pindah ke Yerusalem pada tanggal 14 Mei 2018, 70 tahun setelah berdirinya Israel, yang dibangkitkan kembali sebagai negara Yahudi pada bulan Mei 1948. Tujuh puluh tahun adalah jangka waktu kehidupan yang lengkap, seperti yang dikatakan oleh Pemazmur: “Tahun-tahun kehidupan kami adalah tujuh puluh tahun.” Tujuh puluh tahun dalam pandangan Yahudi adalah satuan waktu historis, yang mewakili bab penting dalam sejarah manusia. Tujuh puluh tahun setelah Bait Suci pertama dibakar oleh Nebukadnezar Babel dan orang-orang Yahudi dibawa ke pembuangan, penawanan mereka berakhir dan banyak yang kembali ke Israel dan membangun kembali Yerusalem dan Bait Suci kedua. Tujuh puluh tahun menandakan kegenapan dan lingkaran penuh.
Namun juga pada tahun 70 M, Bait Suci kedua dibakar dan dihancurkan oleh pasukan Romawi.
Beberapa ratus tahun kemudian, orang-orang Muslim, menduduki gunung Bait Suci Yerusalem dan mendirikan sebuah masjid di tempat reruntuhan Bait Suci pernah berdiri. Secara historis, Yerusalem tidak pernah menjadi bagian dari liturgi Islam, atau pun disebutkan di dalam Alquran. Nabi Muhammad tak pernah berusaha mengambil alih Yerusalem sampai wafat tahun 632 Masehi. Khalifah Umar pada saat pertama kedatangannya di Yerusalem, dia mengunjungi Gereja Kebangkitan (sekarang dikenal sebagai Gereja Makam Suci) dimana patriarkh Sophronius mengundang dia untuk shalat di dalam gereja, namun Umar menolaknya supaya tidak menimbulkan preseden dan karena itu membahayakan status gereja tersebut sebagai situs Kristen. Sebaliknya dia shalat di luar, di anak-anak tangga di timur gereja, di tempat dimana Daud dipercayai berdoa di sana. Lalu di tempat Umar shalat dibangun masjid “Omar”. Itu bukti bahwa masjid Al Aqsa belum ada saat pertama kali Umar datang ke Yerusalem. Kalau sudah ada masjid pasti Umar shalat di Al Aqsa, bukan di lapangan. Setelah mendirikan masjid Omar lalu berapa tahun kemudian masjid Al Aqsa dibangun di atas puing-puing reruntuhan Bait Suci. Al Aqsa selesai dibangun tahun 705 M. Jadi masjid Al Aqsa didirikan kira-kira 72 tahun setelah nabi Muhamad wafat. Dalam beberapa tahun terakhir, dalam upaya untuk menyangkal keterkaitan dan kedaulatan yang sah dan historis bangsa Yahudi atas Gunung Bait Suci dan Yerusalem, dunia Islam menjadikan Yerusalem sebagai situs penting bagi mereka. Mekkah dan Madinah adalah tempat suci umat Muslim. Sedangkan, Yerusalem sebenarnya hanyalah sebuah kebijakan politik.
Banyak presiden Amerika sebelumnya yang berjanji untuk memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem, tetapi karena takut terhadap kerusuhan dan serangan balasan dari Arab, mereka membiarkan diri mereka menunda keputusan untuk kemudian hari. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hampir semua negara di dunia, ada yang takut untuk memindahkan kedutaan mereka, atau ada juga yang menolak total hak bagi Israel untuk ada sebagai sebuah negara Yahudi, dan tidak pernah mempertimbangkan untuk memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem. Yang membedakan Presiden Trump dari semua presiden AS sebelumnya adalah tidak sekedar berbicara secara positif tentang langkah itu, namun dia benar-benar melakukannya.
Trump adalah orang yang bertindak. Dalam tindakan Presiden Trump kita diingatkan tentang Raja Persia kuno, Koresh. Adalah Koresh, di antara semua raja di dunia, yang mendeklarasikan bahwa dia akan memberi persediaan bagi orang Yahudi untuk memulihkan diri mereka di tanah Israel/Yudea dan, bahkan, Nehemia, dan yang lain-lain sebelum dia, mulai membangun kembali tembok-tembok yang mengelilingi Yerusalem, Zion. Koresh bukanlah manusia yang 100 persen di atas dosa. Tetapi Koresh adalah raja kerajaan sekuler, bukan imam; dan adalah tugas para raja untuk menciptakan sejarah dan melakukan hal-hal yang agung dan bersejarah, untuk melakukan hal-hal yang orang-orang biasa tidak punya kekuasaan untuk melakukannya.
Ketika Presiden AS Harry Truman pada tahun 1948, menentang kehendak Departemen Dalam Negeri dan orang-orang lain di media, memilih untuk mengakui Negara Israel, dia berkata bahwa memberikan suara itu di PBB membuatnya merasa dia sedang mengikuti langkah-langkah dari raja Persia yang besar itu, Koresh. Dia memberi tahu teman-temannya bagaimana dia ingat pernah membaca di kamar tidurnya tentang Koresh di Perjanjian Lama, sambil mendengarkan peluit kereta api saat larut malam ketika sedang melaju melalui pedesaan Missouri. Truman menggenapi sebuah nubuatan – dan membuat sejarah.
Dengan mengakui Yerusalem secara resmi sebagai ibu kota Israel, atas nama Amerika Serikat, negara terbesar dan terkuat di dunia, Presiden Trump membuat sejarah yang baik, melakukan apa yang benar, membuktikan prinsipnya ketimbang bersikap takut, menunjukkan persahabatan. Meskipun bukan “orang suci,” Presiden Trump menggenapi nubuat-nubuat Zakharia, Yesaya, dan Yeremia. Kita perlu berbahagia jika hidup pada hari-hari ini ketika mujizat-mujizat dilakukan melalui tindakan-tindakan manusia-manusia fana, oleh orang-orang yang berkuasa.
Kontribusi juga diberikan oleh komunitas Kristen Evangelis saat ini dan para pemimpinnya serta kepada banyak individu dan organisasi Yahudi non-liberal. Sayangnya, banyak orang Yahudi liberal telah menjual identitas Yahudi mereka untuk multikulturalisme dan interseksionalitas sayap kiri. Mereka telah melepaskan diri dari identitas historis mereka dengan Tanah Perjanjian dan saat ini menemukan penggenapan janji-janji terhadap mereka dalam hal-hal yang hedonis dan anti-Trump. Mereka lebih memilih keduniawian ketimbang kekekalan. Bagi mereka, Israel bukanlah apa-apa.

Israel dalam Penggenapan Nubuat Alkitab

Jutaan orang percaya bahwa pengakuan yang semakin meningkat terhadap Israel sebagai bangsa berdaulat yang ditakdirkan Elohim merupakan elemen sentral dalam rangkaian peristiwa yang akan mendahului kembalinya Yeshua haMashiach (Yesus Kristus). “Nubuat,” “Akhir Zaman,” “Harmageddon,” “Kiamat,” ini semua adalah istilah-istilah yang berseliweran dalam beberapa waktu terakhir ini.
Berikut ini beberapa konteks untuk membantu lebih memahami apa yang terjadi:
Pertama, di antara sejumlah besar kaum Evangelis, ada keyakinan mendasar bahwa Elohim sedang memulangkan umat-Nya ke tanah Israel yang dijanjikan. Banyak orang Kristen percaya bahwa janji Elohim untuk melindungi dan menegakkan orang-orang Yahudi adalah perjanjian kekal – bahwa itu adalah janji yang masih berlaku sampai sekarang. Kejadian 15:18-21 berbunyi:
Pada hari itulah YAHWEH telah membuat sebuah perjanjian dengan Abram, dengan berfirman, “Aku telah memberikan negeri ini kepada keturunanmu, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat: tanah orang Keni, dan orang Kenis, dan orang Kadmon, dan orang Het, dan orang Feris, dan orang Refaim, dan orang Amori, dan orang Kanaan, dan orang Girgasi, serta orang Yebus.” (ILT)
Elohim mengulangi janji-Nya kepada Ishak, putra Abraham dalam Kejadian 28:13:
Dan, tampaklah YAHWEH berdiri di atasnya, dan Dia berfirman, “Akulah YAHWEH, Elohim Abraham dan Elohim Ishak, bapakmu. Tanah yang di atasnya engkau berbaring ini, Aku akan memberikannya kepadamu dan kepada keturunanmu. (ILT)
Janji-janji Elohim menjadi lebih spesifik ketika kita masuk ke kitab Keluaran dalam Alkitab.
Dalam Keluaran 23:31, Elohim menetapkan perbatasan-perbatasan tepat yang adalah milik orang Israel, dengan menyatakan,
Dan Aku akan menetapkan batas wilayahmu dari laut Suf bahkan sampai laut Filistin, dan dari padang gurun sampai sungai Efrat, karena ke dalam tanganmu akan Kuberikan penduduk negeri itu dan engkau akan menghalau mereka dari hadapanmu. (ILT)
Penting untuk mencatat beberapa peristiwa penting yang berkontribusi pada keyakinan kaum Evangelis dan “Zionis” modern bahwa kemunculan kembali negara Israel telah terjadi sejalan dengan mandat Ilahi. Dalam Bilangan 34, Musa diperintahkan Elohim untuk memimpin orang Israel untuk eksodus dari Mesir dan memasuki tanah Kanaan (yang terletak di Libanon, Suriah, Yordania, dan Israel saat ini). Bacaan itu berbunyi:
Dan berfirmanlah YAHWEH kepada Musa dengan mengatakan, “Perintahkanlah bani Israel dan katakanlah kepada mereka: Ketika kamu masuk ke negeri Kanaan, inilah negeri yang akan jatuh kepadamu sebagai warisan, yaitu tanah Kanaan dengan batas-batasnya;
dan akan menjadi sisi selatan bagimu: dari padang gurun Sin sepanjang perbatasan Edom. Dan yang akan menjadi batas selatan bagimu: dari akhir ujung laut Asin ke sebelah timur. Dan perbatasan itu akan berbalik dari selatan menuju pendakian Akrabim, dan akan terus ke padang gurun Sin. Dan akhir batas adalah dari selatan Kadesh-Barnea, dan keluar pada Hazar-Adar, dan akan terus ke Azmon. Dan perbatasan itu akan berbalik dari Azmon ke sungai di Mesir dan berakhir di laut.
Dan batas barat bagimu adalah laut Besar. Ini adalah batas barat bagimu.
Ini adalah batas utara bagimu: dari laut Besar kamu harus menarik garis bagimu ke gunung Hor; dari gunung Hor kamu harus menarik garis masuk ke Hamat, dan batas luarnya adalah Zedad. Dan batasnya akan keluar di Zifron, dan ujungnya adalah Hazar-Enan. Ini adalah batas utara bagimu.
Dan haruslah kamu menandai bagimu batas timur: dari Hazar-Enan ke Sefam. Dan batas itu akan turun dari Sefam ke Ribla, di timur Ain; dan batas itu akan turun terus dan akan mencapai bahu laut Kineret ke arah timur. Dan batas itu akan terus turun ke Yordan dan ujungnya adalah laut Asin. Inilah yang akan menjadi negerimu dengan batas-batas di sekelilingnya.”
Sekali lagi, ini adalah perintah spesifik dan tegas, menetapkan tanah yang akan berada di bawah pemerintahan Israel. Perhatikan bahwa bagian akhir dari petikan itu berbunyi bahwa Elohim “memberikan warisan kepada orang Israel di tanah Kanaan.” Banyak orang melihat bagian ini sebagai penggenapan jelas dari janji profetik yang dibuat dalam Ulangan 1:8; di mana Elohim mendeklarasikan:
Lihatlah, Aku sudah menyediakan suatu negeri bagimu, masukilah, dan milikilah negeri yang YAHWEH telah bersumpah kepada leluhurmu, yakni kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka dan kepada keturunannya.” (ILT)
Perhatikan juga Yehezkiel 47:13-20, di mana YHWH mendefinisikan “batas-batas tanah” yang akan diberikan kepada Israel. “Karena Aku bersumpah dengan mengangkat tangan-Ku untuk memberikannya kepada bapa leluhurmu, tanah ini akan menjadi warisamu,” firman Elohim.
Beginilah Tuhan YAHWEH berfirman, “Inilah batas yang akan kamu miliki di negeri itu menurut kedua belas suku Israel:
Dan inilah batas tanah sampai ke sebelah utara, dari laut Besar, terus ke Hetlon, sampai ke jalan masuk Zedad: Hamat, Berota dan Sibraim, yang terletak di antara perbatasan Damshik dan perbatasan Hamat; yaitu Hazar-Hattikon, yang ada di dekat perbatasan Hauran. Dan perbatasan itu akan ada dari laut ke Hazar-Enon, yang terletak di perbatasan Damshik, dan di utara sampai utara, bahkan sampai ke perbatasan Hamat. Demikianlah sisi sebelah utara.
Dan kamu akan mengukur sebelah timur: mulai dari Hauran dan Damshik, Gilead, dan tanah Israel, Yordan, dari perbatasan itu ke laut Timur. Demikianlah sisi sebelah timur.
Dan di sebelah selatan: ke selatan dari Tamar, sampai mata air Meriba dekat Kadesh, terus ke sungai Mesir sampai ke laut Besar. Demikianlah sisi sebelah selatan, berbatasan dengan tanah Negeb.
Di sebelah barat: laut Besar dari perbatasan sampai dengan di sebelah jalan masuk Hamat. Demikianlah sisi sebelah barat.
Pada peta di bawah ini, Anda dapat melihat batas yang ditetapkan oleh dua bagian Alkitab ini.
israeli map
Dalam peta kedua di bawah, Anda dapat melihat apa yang dipercayai banyak orang sebagai dasar Alkitabiah untuk tanah yang Elohim berikan kepada orang-orang pilihan-Nya.
12-Tribes-with-current-country-names
Menurut JewishRootsofChristianity.ca, peta ini mencakup semua tanah di tepi barat Sungai Yordan (termasuk Yudea dan Samaria atau “Tepi Barat”). Ini juga mencakup area di tepi timur Sungai Yordan (di mana Yordania selatan berada), serta ujung selatan Lebanon dan sebagian dari Suriah Selatan.
Jajak pendapat LifeWay baru-baru ini menemukan fakta bahwa sekitar 80 persen orang Evangelis percaya bahwa pembentukan negara Israel pada tahun 1948 adalah penggenapan nubuatan Alkitab yang akan menghantar pada kedatangan kembali Mesias.
Beberapa ayat kunci Alkitab yang ditemukan di Perjanjian Lama dan Baru yang mendukung pernyataan doktrinal tentang tanah yang diperebutkan ini antara lain:
2 Tawarikh 6:5-6 (ILT) Sejak Aku membawa umat-Ku keluar dari tanah Mesir, Aku tidak memilih suatu kota di antara segala suku Israel untuk membangun rumah bagi Nama-Ku, dan Aku tidak memilih orang untuk menjadi raja atas umat-Ku, Israel. Namun Aku telah memilih Yerusalem untuk Nama-Ku di sana, dan memilih Daud untuk berkuasa atas umat-Ku Israel.
Yehezkiel 37:22 (ILT) Aku akan membuat mereka menjadi satu bangsa di tanah itu, di atas gunung-gunung Israel, dan satu raja menjadi raja mereka semua. Dan mereka tidak akan lagi menjadi dua bangsa, dan mereka tidak akan lagi terbagi menjadi dua kerajaan.
Yoel 3:2 (ILT) maka Aku akan mengumpulkan semua bangsa dan membawa mereka turun ke lembah Yosafat, dan Aku akan beperkara dengan mereka di sana, berkenaan dengan umat-Ku dan milik pusaka-Ku Israel, yang telah mereka serakkan di antara bangsa-bangsa; dan tanah-Ku yang telah mereka bagi-bagi.
Amos 9:14,15 (ILT) Dan Aku akan mengembalikan umat-Ku Israel dari penawanan, dan mereka akan membangun kembali kota-kota yang hancur. Lalu mereka akan tinggal dan mereka akan menanami kebun-kebun anggur serta meminum anggurnya. Dan mereka akan membuat kebun-kebun serta memakan buah-buahannya. Dan Aku akan menanam mereka di negeri mereka, dan mereka tidak akan pernah dicabut lagi dari negeri mereka yang telah Aku berikan kepada mereka, YAHWEH, Elohimmu, berfirman.”
Kitab Suci Perjanjian Baru tidak hanya menegaskan perjanjian Abraham, tetapi juga menegaskan misi historis Israel dan bahwa pemberian dan panggilan Israel tidak dapat dibatalkan.
Lukas 2:25 (ILT) Dan lihatlah! Ada seorang pria di Yerusalem namanya Simeon, dan orang ini benar juga saleh, sedang menantikan penghiburan bagi Israel, dan Roh Kudus ada padanya.
Lukas 21:24 (ILT) Dan mereka akan roboh oleh mata pedang dan akan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa. Dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa lain sampai saat bagi bangsa-bangsa lain telah digenapi.”
Kisah 15:14-16 (ILT) Simon telah menjelaskan bagaimana Elohim pertama-tama telah menaruh perhatian untuk mengangkat suatu umat bagi Nama-Nya dari antara bangsa-bangsa. Dan perkataan para nabi sesuai dengan hal ini, sebagaimana telah tertulis: Sesudah hal-hal ini, Aku akan kembali, dan Aku akan membangun lagi tabernakel Daud yang telah roboh. Dan Aku akan membangun lagi apa yang telah diruntuhkan, dan Aku akan menegakkannya;
Roma 11:11-15 (ILT) Selanjutnya aku berkata, apakah mereka tersandung sehingga mereka jatuh? Tidaklah demikian! Namun oleh kesalahan mereka, keselamatan datang kepada bangsa-bangsa lain untuk membuat mereka cemburu. Dan jika kesalahan mereka menjadi kekayaan bagi dunia dan kegagalan mereka menjadi kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, betapa lebihnya kesempurnaan mereka. Sebab aku berkata kepada kamu bangsa-bangsa lain, karena sebagaimana aku sesungguhnya adalah seorang rasul bagi bangsa-bangsa lain, maka aku mengagungkan pelayananku jika sekiranya aku dapat membuat cemburu mereka yang sedarah daging denganku dan menyelamatkan beberapa orang dari mereka. Sebab jika penolakan mereka berarti pendamaian bagi dunia, apakah arti penerimaan, kalau bukan kehidupan dari antara yang mati?
Roma 11:25-28 (ILT) Sebab aku tidak ingin kamu tidak mengetahui rahasia ini, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap bijaksana terhadap dirimu sendiri, bahwa kekerasan hati dari sebagian Israel telah terjadi sampai pada penggenapan bangsa-bangsa lain tiba; dan dengan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, sama seperti yang telah tertulis, “Dia yang membebaskan akan datang dari Sion, dan Dia akan menyingkirkan kefasikan dari Yakub. Dan inilah perjanjian-Ku dengan mereka, ketika Aku menghapuskan dosa-dosa mereka.” Memang menurut Injil, mereka seteru oleh karena kamu, tetapi menurut pilihan, mereka terkasih oleh karena leluhur.
Semua dasar-dasar ayat Alkitab ini menarik, tetapi bagaimana kaitannya dengan pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem?
Ketika Presiden Trump membuat pengumuman penting pada bulan Desember lalu untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota resmi Israel, dia menyingkap pentingnya kota bersejarah ini sebagai episentrum nubuatan Alkitab. Dengan mengabadikan Yerusalem sebagai “ibukota abadi” orang-orang Yahudi, pemerintahan administrasi Trump, secara sengaja maupun tidak, telah mengangguk kepada nubuat Alkitabiah yang dipercayai oleh begitu banyak orang.
Jika Anda meyakini bahwa pemulangan orang-orang Yahudi kepada negara Israel adalah sesuatu yang harus terjadi dalam urutan peristiwa yang mengarah kepada kembalinya Mesias, sangat menggairahkan untuk berpikir bahwa negara adikuasa terbesar di dunia mengakui legitimasi mutlak hak Israel atas tanah suci ini. Tanpa diragukan, pengakuan monumental ini akan mendorong lebih banyak lagi orang Yahudi untuk kembali ke Yerusalem, yang bisa dikatakan sesuai dengan nubuatan Alkitab.
Orang-orang percaya non-Yahudi telah dicangkokkan kepada Israel melalui iman, dan sementara perjanjian Musa telah digenapi melalui kematian dan kebangkitan Yeshua (Yesus Kristus), perjanjian Abraham (janji Elohim untuk membuat suatu bangsa yang besar dari keturunan Abraham dan memberkati mereka dengan tanah) terus berlangsung. Secara sederhana, Elohim belum selesai dengan orang Yahudi, dan masa depan Kekristenan non-Yahudi terkait erat dengan penggenapan janji-janji Elohim kepada bangsa Israel lahiriah.
Berikut kata-kata Presiden Trump pada hari pembukaan kedutaan AS di Yerusalem:
“Hampir segera sesudah deklarasi berdirinya negara pada tahun 1948, Israel menetapkan kota Yerusalem sebagai ibukotanya. Ibukota orang-orang Yahudi yang didirikan pada zaman kuno. Sangat penting.
Hari ini, Yerusalem adalah pusat pemerintahan Israel. Ini adalah rumah dari legislatif Israel dan mahkamah agung Israel dan perdana menteri dan presiden Israel. Israel adalah negara berdaulat dengan hak, sama seperti setiap negara berdaulat lainnya, untuk menentukan ibukotanya sendiri.
Hari ini, kami menindaklanjuti pengakuan ini dan membuka kedutaan kami di tanah bersejarah dan suci Yerusalem. Kota ini dan seluruh bangsanya adalah kesaksian terhadap semangat tak terhancurkan dari orang-orang Yahudi.”
Sejauh menyangkut Elohim, Yerusalem telah menjadi ibukota abadi dan tidak terbagi sejak zaman pemerintahan raja Daud. Elohim menetapkan batas-batas semua bangsa, dan dia memilih kota Yerusalem bagi diri-Nya sendiri. Pemindahan kedutaan ke Yerusalem adalah signifikan secara spiritual, alkitabiah dan historis.
Ketika orang-orang Yahudi berbondong-bondong pulang ke tanah ini selama bertahun-tahun, dapat dikatakan bahwa Elohim sedang menarik umat-Nya ke “tanah perjanjian,” seperti yang dibuktikan oleh Alkitab. Akibatnya, banyak pemimpin Yahudi percaya bahwa mereka memiliki hak prerogatif Alkitab yang secara jelas memaksa mereka untuk menolak campur tangan PBB dalam mengatur alokasi tanah.
Walikota Yerusalem Nir Barkat mengatakan, “Di mana-mana Anda mengayunkan sekop di tanah di Yerusalem, Anda akan menemukan akar Yahudi dan menghubungkan itu kepada cerita-cerita Alkitab. Setiap resolusi PBB yang menolak Alkitab dan menolak sejarah, adalah tidak relevan. Jika Anda kembali, bahkan secara hukum, [Yerusalem] tidak pernah menjadi apa pun kecuali milik orang-orang Yahudi.”
“Yerusalem telah menjadi objek kesayangan baik bagi orang Yahudi dan Kristen sepanjang sejarah dan batu penjuru nubuat,” kata Pastor Robert Jeffress, yang mengucapkan doa di pembukaan kedutaan baru-baru ini di Yerusalem.

Referensi: