A story with tens of thousands of articles.

A story with tens of thousands of articles.
life and death, blessing and cursing, from the main character in the hands of readers.

Monday, December 31, 2018

Super Blood Moon 2019 dan Tanda Penghakiman atas Dunia

Super Blood Moon 2019 dan Tanda Penghakiman atas Dunia

Pada malam 21 Januari 2019, bersamaan dengan dimulainya hari raya Israel Tu B’Sh’vat, gerhana bulan akan melintasi Washington D.C., Amerika Serikat, sementara Presiden Trump akan tiba pada titik pertengahan masa jabatannya di Gedung Putih. Gerhana bulan kali ini adalah super blood moon, yang digambarkan dalam sumber-sumber Yahudi memiliki signifikansi yang kuat.
Kedudukan matahari dan bulan sebagai pembawa tanda-tanda, ditetapkan oleh Elohim sendiri seperti yang disebutkan dalam kitab Kejadian,
Kejadian 1:14 Dan Elohim berfirman, “Benda-benda penerang akan ada di cakrawala langit untuk membuat pemisahan antara siang dan antara malam, dan mereka ada untuk tanda-tanda dan untuk waktu-waktu yang ditetapkan dan untuk hari-hari dan tahun-tahun.
Pada Kalender Gregorian:
Gerhana bulan akan terlihat secara keseluruhan dari Amerika Utara dan Selatan, serta bagian-bagian Eropa barat dan barat laut Afrika, pada hari Minggu malam, 20 Januari 2019 dan pada jam-jam awal Senin dini hari, 21 Januari 2019. Malam hari itu akan menjadi supermoon ketika bulan berada pada titik perigee, titik terdekat dengan bumi pada waktu orbitnya. Pada saat itu, bulan tampak sekitar 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang daripada apogee, titik terjauhnya dari Bumi.
Ini tidak hanya akan menjadi gerhana bulan pertama di tahun 2019, tetapi juga supermoon pertama di tahun ini. Pada saat itu, kondisi-kondisi yang tepat akan terjadi untuk membuat bulan menjadi kemerahan seperti darah, istilahnya blood moon. Ini akan menjadi gerhana bulan total terakhir hingga 26 Mei 2021.
Pada Kalender Politik:
Tanggal tersebut, 21 Januari 2019, juga menandai titik pertengahan kepresidenan Donald Trump, yang terjadi persis dua tahun semenjak dia dilantik sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat. Perlu dicatat juga bahwa Donald Trump dilahirkan pada malam hari tanggal 14 Juni 1946, dalam kurun waktu lima belas menit dari gerhana bulan total, 700 hari sebelum negara Israel didirikan. 777 hari setelah kelahiran Trump, Israel tepat berusia 77 hari. Faktor angka 7 pada Donald Trump tidak berhenti di situ saja. Donald Trump memenangkan pemilu presiden persis pada hari ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menduduki kursi kepresidenannya 7 tahun, 7 bulan, dan 7 hari. Ketika Trump dilantik sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2017, dia berusia 70 tahun, 7 bulan dan 7 hari. Dia memenangkan pemilu presiden AS dan dilantik pada tahun Ibrani 5777. Dan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel pada hari ke-77 sesudah berakhirnya tahun Ibrani 5777, dan memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem sebagai hadiah ulang tahun berdirinya negara Israel yang ke-70.
Pada Kalender Yahudi:
Hari raya Tu B’Sh’vat, hari ke-15 bulan Ibrani Sh’vat, dimulai saat matahari terbenam pada hari yang sama. Dikenal sebagai tahun baru pepohonan, Tu B’Sh’vat adalah salah satu dari empat “Tahun Baru” yang disebutkan dalam Mishnah (hukum lisan).
Rabbi Mordechai Genut membahas gerhana bulan dalam bukunya Davar B’ito, panduan untuk kalender berdasarkan sumber-sumber esoterik Yahudi.
“Gerhana bulan di bulan Sh’vat adalah tanda kebangkitan aspek din(penghakiman) di dunia,” kata Rabbi Genut. “Gerhana ini akan berkuasa atas Amerika, tetapi bagi Israel, itu akan membawa chesed (kebaikan).”
Rabbi Genut menjelaskan secara khusus bagaimana penghakiman ini akan dinyatakan.
Penghakiman Dinyatakan:
“Akan ada peningkatan nyata pada gempa-gempa bumi dan gunung-gunung berapi, bahkan lebih intens daripada yang telah kita lihat pada tahun lalu,” kata Rabbi Genut. “Sama seperti gerhana adalah konflik antara matahari dan bulan untuk memerintah atas langit, akan ada konflik serupa di bumi. Ini akan memulai masa ketika pemerintahan-pemerintahan akan diseimbangkan. Beberapa pemerintahan yang tampak kuat sekarang ini akan jatuh dan yang lain-lainnya akan bangkit menggantikan mereka.“
Rabbi Genut mendasarkan ini pada sebuah ayat dalam Yesaya.
Yesaya 24:21 Dan akan terjadi pada hari itu, YAHWEH akan berperkara dengan tentara langit di tempat tinggi, dan raja-raja bumi di atas bumi.
Tafsir Yahudi terhadap Gerhana Matahari dan Bulan:
Yudaisme memiliki tradisi menafsirkan gerhana-gerhana matahari dan bulan. Dalam diskusi tentang gerhana, Talmud (Sukkot 29a) secara khusus menggambarkan gerhana matahari sebagai pertanda buruk bagi bangsa-bangsa (non Yahudi). Dan bahkan, gerhana matahari total yang melintasi benua Amerika Serikat pada Agustus 2018 menghantarkan musim badai paling menghancurkan dalam sejarah AS.
Sumber yang sama dalam Talmud menjelaskan bahwa gerhana bulan adalah pertanda buruk bagi Israel karena Israel secara spiritual diwakili oleh bulan dan kalender Ibrani ditentukan oleh siklus bulan. Jika selama gerhana bulan, bulan tampak merah, seperti gerhana blood moon yang akan datang, Talmud menyatakan bahwa ini adalah pertanda bahwa peperangan besar akan datang ke dunia.
Pada bagian akhir yang menjelaskan pertanda-pertanda yang terkandung dalam gerhana, Talmud menyatakan pengecualian: “Ketika Israel melakukan kehendak Tuhan, mereka tidak perlu takut terhadap semua ini,” mengutip Nabi Yeremia sebagai sumber.
Yeremia 10:2 Beginilah YAHWEH berfirman, “Janganlah kamu mempelajari kelakuan bangsa-bangsa, dan janganlah gentar akan tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa-bangsa digentarkan olehnya.
Rabbi Yosef Berger, rabbi Makam Raja Daud di Yerusalem, mengaplikasikan ajaran dalam Talmud ini pada situasi geopolitik saat ini.
“Itu bukan berarti bahwa penghakiman buruk yang dilambangkan oleh gerhana bulan menghilang begitu saja,” kata Rabbi Berger. “Itu hanya dialihkan kepada musuh-musuh kita. Dalam hal ini, peperangan dan malapetaka akan menimpa musuh-musuh kita. Dengan memilih untuk menjadi musuh-musuh kita, bangsa-bangsa Arab telah membawa malapetaka yang mungkin akan menimpa Israel, jatuh ke atas diri mereka sendiri.“
“Ini secara khusus benar demikian ketika gerhana bulan jatuh pada Tu B’Sh’vat, suatu hari di mana hanya kebaikan yang bisa terjadi pada Israel.”
Rabbi Yekutiel Fish, yang dikenal di Israel sebagai penulis blog Torah “Sod Ha’Chashmal,” membenarkan hubungan antara Tu B’Sh’vat dan “super blood moon”, menjelaskan arti penting untuk gerhana bulan ini di dalam istilah-istilah Kabbalah (spiritual Yahudi).
Rabbi Fish berpendapat, ini bukan pertanda baik bagi negara-negara Arab yang bertetangga dengan Israel.
“Itu pertanda buruk bagi mereka, karena Islam bergantung sepenuhnya pada kalender lunar,” tambahnya.
Dan kejadian langka ini bisa memicu perang dan turbulensi di bumi, menurut seorang peneliti terkemuka dari tanda-tanda astronomis dan bagaimana mereka berinteraksi dengan Kitab Suci.

Blood Moon Ketiga dan Datangnya Penunggang Kuda Merah

Super Blood Moon pada 21 Januari 2019 ini adalah rangkaian ketiga atau yang terakhir dari serangkaian blood moon, yang bertepatan dengan tanggal-tanggal khusus dalam kalender Alkitab:
  • Blood moon pertama terjadi pada 31 Januari 2018, bertepatan dengan Tu B’Sh’vat (hari ke-15 bulan Sh’vat) 5778
  • Blood moon kedua terjadi pada 27 Juli 2018, bertepatan dengan Tu B’Av (hari ke-15 bulan Av) 5778
  • Blood moon ketiga akan terjadi pada 21 Januari 2019, juga bertepatan dengan Tu B’Sh’vat (hari ke-15 bulan Sh’vat) 5779
blood-moon
Pastor Mark Biltz dari El Shaddai Ministries, penulis “God’s Day Timer,” berpendapat tanggal-tanggal tertentu dalam kalender Alkitab yang terlibat ini menunjukkan bahwa Elohim mengirimkan sebuah pesan penting.
“Ini adalah tanggal Alkitab yang sangat penting, dan sekarang kita menyaksikan dua ‘blood moon’ yang saling berurutan pada tahun 2018 dan 2019 tepat pada Tu B’Sh’vat,” katanya. “Ini menakjubkan secara profetik karena ada bagian Kitab Suci di mana Zakharia menerima wahyu seekor kuda merah yang diberikan pedang besar untuk mengambil damai sejahtera dari Bumi. Dan ini terjadi pada bulan Sh’vat!”
Pastor Mark Biltz lalu menunjukkan bagian Alkitab dari kitab Zakharia 1:7-11 yang berbunyi:
Pada hari kedua puluh empat bulan kesebelas, yaitu bulan Sh’vat, dalam tahun kedua pemerintahan Darius, datanglah firman YAHWEH kepada Nabi Zakharia anak Berekhya anak Ido, dengan mengatakan: Malam itu aku melihat, dan tampaklah seseorang yang menunggang kuda merah, dan dia sedang berhenti di antara pohon-pohon kemenyan yang ada di ngarai; dan di belakangnya ada kuda-kuda merah, coklat kemerah-merahan, dan putih. … Lalu mereka menjawab malaikat YAHWEH yang berhenti di antara pohon-pohon kemenyan itu, dan berkata, “Kami telah berjalan mengelilingi bumi, dan tampaklah seluruh bumi tetap aman dan tenang.”
“Tidak mengherankan, Zakharia bertanya tentang ini semua, dan dia menerima beberapa pewahyuan menakjubkan dari seorang malaikat yang berdiri di dekatnya,” kata Biltz menjelaskan. Dalam ayat 12, kita diberi tahu, “Lalu malaikat Tuhan menjawab dan berkata, “Ya, YAHWEH Tsebaot, sampai kapankah Engkau tidak berbelaskasihan kepada Yerusalem dan kepada kota-kota Yehuda yang telah Engkau murkai selama tujuh puluh tahun ini?”“
Biltz berpendapat bahwa pesan ini sangat penting bagi orang-orang yang hidup zaman ini.
“Apakah Anda melihat pola yang menakjubkan?” tanyanya. “Penglihatan kuda-kuda ini adalah keempat kuda dari kitab Wahyu. Dan penglihatan ini berlangsung pada akhir periode 70 tahun yang diberikan kepada Israel.” Perlu dicatat bahwa Israel tahun 2018 ini merayakan ulang tahunnya yang ke-70.
Mark Biltz melanjutkan dengan berpendapat, “Apa yang diungkapkan adalah bahwa kuda merah peperangan akan segera dilepaskan, dan bulan-bulan ini mengabarkan kedatangannya. Sekali lagi, saya tidak memprediksi apapun akan terjadi pada hari gerhana bulan itu sendiri. Sebaliknya, saya menduga perang akan pecah di antara dua ‘blood moon’ yang terjadi dalam setahun terpisah pada Tu B’Sh’vat.”
Referensi dari kitab Wahyu yang dikaitkan Pastor Mark Biltz dengan penglihatan kuda merah Zakharia pada bulan Sh’vat, berbicara tentang penunggang kuda merah penghakiman (din), yang kepadanya dikaruniakan kuasa untuk mengambil damai sejahtera dari atas bumi, dan juga supaya penduduk bumi saling membunuh satu sama lain, yang oleh para pengamat nubuatan Alkitab dikaitkan dengan peperangan.
Wahyu 6:3 Dan keluarlah kuda yang lain berwarna merah api. Dan kepada dia yang menunggang di atasnya telah dikaruniakan kepadanya untuk mengambil damai dari bumi, juga agar mereka saling membunuh seorang terhadap yang lain, dan kepadanya telah diberikan pedang yang besar.
Mark Biltz mendorong orang-orang Kristen untuk memiliki kalender Elohim atau kalender Alkitab, dan belajar menafsirkan tanda-tanda zaman. “Ini bukan hanya tentang apa yang sedang terjadi di langit, ini tentang kapan peristiwa-peristiwa itu akan terjadi. Dan korelasi antara ‘blood moon’ dengan peristiwa-peristiwa historis di Timur Tengah yang sejajar dengan tanggal-tanggal tertentu yang tercantum dalam Alkitab seharusnya membuat semua orang percaya untuk membereskan hubungan mereka dengan Elohim sesegera mungkin.”

Referensi:


Sumber: https://harituhan.wordpress.com/2018/12/30/super-blood-moon-2019-dan-tanda-penghakiman-atas-dunia/

Saturday, December 29, 2018

Pesan TUHAN dalam Bible Code Tsunami Indonesia

Pesan TUHAN dalam Bible Code Tsunami Indonesia

Bencana Tsunami Selat Sunda yang diakibatkan runtuhnya lereng Gunung Anak Krakatau karena erupsi baru-baru ini yang menewaskan ratusan orang, telah menarik perhatian dunia.
Termasuk pakar Bible Code Internasional, Rabbi Matityahu Glazerson dari Israel, yang sesudah membaca berita tsunami Indonesia tersebut, segera mencari di dalam software Bible Code, apakah peristiwa tersebut disandikan di antara huruf-huruf Torah Ibrani, yang didiktekan YHVH Elohim kepada Musa sekitar 3600 tahun yang lalu. Rabbi Glazerson menemukan serangkaian kode-kode huruf Ibrani berjarak interval yang sama, membentuk kelompok frase-frase kata Ibrani yang saling menyilang satu sama lain, antara lain kata צונמי tsunami, אנדנסיה Indonesia, אסונ ason (tragedi mengerikan), dan איומ ayom (ancaman).
Penemuan Rabbi Glazerson ini dia publikasikan dalam video Youtube yang diunggahnya pada 23 Desember 2018, sehari sesudah peristiwa tsunami, berjudul “TSUNAMI IN INDONESIA IN BIBLE CODE – MATITYAHU GLAZERSON.”
Mengawali videonya, Rabbi Glazerson menunjukkan berita tentang “Tsunami Indonesia Menewaskan Ratusan Orang.” Setidaknya 222 orang tewas dan 843 terluka sesudah tsunami menghantam kota-kota pesisir Indonesia. Tidak ada peringatan gelombang raksasa yang menerjang sewaktu malam, menghancurkan ratusan gedung, menyapu mobil-mobil dan menjebol akar-akar pohon.
Rabbi mengatakan ini peristiwa yang sulit, namun ini mengajarkan kita tentang nubuatan Nabi Zefanya yang secara persis bernubuat tentang kasus seperti ini.
Beralih kepada ayat-ayat dari kitab Zefanya, rabbi membaca dari Zefanya 3:6-9. Beginilah yang difirmankan Tuhan:
Zefanya 3:6 “Aku telah melenyapkan bangsa-bangsa, menara-menara perang mereka telah runtuh. Aku telah menghancurkan jalan-jalan mereka, sehingga tidak ada seorang pun yang melewatinya. Kota-kota mereka telah dihancurkan, sehingga tidak ada seorang manusia pun dan tidak ada satu pun yang tinggal.
Rabbi menjelaskan, “Inilah yang terjadi di Twin Tower (Menara Kembar WTC), dan tsunami yang kita lihat di Youtube, gempa bumi, hurricane; segala sesuatu yang Tuhan perbuat, dan apakah tujuannya?” Rabbi melanjutkan membaca ayat 7:
Zefanya 3:7 Aku telah berkata: Tentulah dia akan takut kepada-Ku dan dia akan menerima perintah, sehingga tempat kediamannya dan semua yang Aku telah memerintahkan kepadanya tidak akan dilenyapkan. Tetapi mereka bangun lebih awal, mereka semakin rusak segala perbuatan mereka.”
“Hal-hal mengerikan yang terjadi bertujuan supaya orang-orang bertobat dan hidup menurut Torah.” kata Rabbi Glazerson. Meskipun mereka bukan orang Yahudi, tetapi orang non-Yahudi pun tetap punya kewajiban berpegang pada hukum moralitas. Maka sesudah Tuhan melihat kerusakan manusia, pelanggaran Torah, maka Tuhan berfirman, “Sebab itu nantikanlah Aku, firman YHVH. Aku telah menunggu kamu, supaya kamu takut kepada-Ku, supaya kamu kembali dan mendengarkan, maka penghukuman tidak akan datang kepadamu,” dan kita akan diampuni. Segala hal yang terjadi adalah akibat kita setiap kali tidak mau mendengarkan. Maka Tuhan berfirman, “Jika kamu tidak mau mendengarkan Aku, kamu tidak berubah, kamu tidak bertobat, maka tunggulah Aku, firman YHVH.”
Zefanya 3:8 “Sebab itu tunggulah Aku, firman YHVH, pada waktu Aku bangkit menerkam mangsa. Sebab keputusan-Ku adalah untuk mengumpulkan bangsa-bangsa bagi-Ku, untuk menghimpun kerajaan-kerajaan, untuk mencurahkan ke atas mereka geram-Ku, yaitu kepanasan amarah-Ku. Karena dalam api kemurkaan-Ku yang penuh kecemburuan, seluruh bumi akan terbakar hangus.
Rabbi kemudian menjelaskan ayat ini sebagai peristiwa Gog U’Magog, dan kemudian berbicara tentang alephbet Ibrani yang akan digenapi pada zaman Mesias, ketika lidah kudus, bahasa Ibrani itu akan dipulihkan, yang dia jelaskan dalam ayat 9,
Zefanya 3:9 Tetapi sesudah itu, Aku akan mengembalikan kepada bangsa-bangsa bibir yang dibersihkan, supaya mereka semua memanggil kepada Nama YHVH untuk melayani-Nya dengan bahu-membahu.
Selanjutnya Rabbi Glazerson beralih kepada tabel Bible Code yang didapatnya dari huruf-huruf Ibrani di dalam Torah, tentang bencana mengerikan yang telah kita saksikan.
Rabbi Glazerson berkata, “Yang aku cari adalah kombinasi paling baik dari pertemuan kata אנדנסיה Indonesia dan צונמי tsunami.”
tsunami-indonesia-bible-cod
Rabbi kemudian menunjukkan kata אנדנסיה Indonesia dalam blok huruf Ibrani warna hitam di tengah-tengah tabel, dari bawah ke atas. Menyilang kata Indonesia, dari sebelah kanan ke kiri dalam blok warna merah mendatar, rabbi menunjukkan kata צונמי tsunami. Dua kombinasi kata ini merupakan pusat dari keseluruhan elemen-elemen yang ditemukan di dalam tabel Bible Code Tsunami Indonesia.
Kemudian untuk menjelaskan suatu macam peristiwa, rabbi mencari tahun terjadinya, dan dia menemukan תשעח 5778. Mengapa bukan 5779 (tahun Ibrani sekarang ini)? Rabbi menjelaskan bahwa seperti yang sudah dia katakan berulang-ulang kali, bila itu muncul, menunjukkan dimulai hitungannya dari penciptaan manusia. Sedangkan kita mendapatkan angka 5779 karena itu dihitung dari penciptaan dunia. Namun 6 hari sesudah penciptaan dunia, Adam diciptakan. Dan bila kita berbicara tentang Mesias, penebusan, itu harus dihitung dari penciptaan manusia karena Mesias menebus keturunan Adam.
Ini juga dapat dipahami bahwa Tsunami Indonesia, yang disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau, yang mulai aktif sejak Juni 2018, masih masuk dalam tahun Ibrani 5778, dan yang hingga tahun Ibrani 5779 sekarang ini masih menunjukkan aktivitas erupsinya. Setidaknya 4 pakar Inggris memprediksi akan terjadinya tsunami-tsunami susulan karena aktivitas Gunung Anak Krakatau yang masih terus berlanjut.
Setelah menemukan tahunnya, rabbi mencari frase kata Mashiach םשיח yang dia temukan menyilang mendatar dari sebelah kiri ke kanan, dalam kotak warna hitam. Dan Ben (anak laki-laki) Isai בן ישי yang merupakan gelar Mesias, dalam kotak warna merah menurun dari kanan atas ke kiri bawah. Semua kata-kata ini menyilang kata אנדנסיה Indonesia yang artinya bahwa semua fenomena ini, semua yang sedang terjadi di dunia ini adalah tanda yang jelas bahwa kita sedang mendekati waktu Mesias, yakni Mesias ben Isai.
Rabbi kemudian menunjukkan kata אסונ ason (kotak warna merah menyilang turun di sebelah atas), yang artinya tragedi mengerikan, yang seperti dikatakan nabi, ini semua adalah איומ ayom (kotak warna pink menyilang menurun) yang artinya ancaman, yang menyilang kata אנדנסיה Indonesia (kotak hitam menyilang dari bawah ke atas), supaya orang-orang melakukan שובה shuvah (kotak warna biru mendatar), yakni pertobatan atau kembali, אל יהוה kepada YHVH (kotak warna hitam mendatar di sebelah kiri atas tabel), yakni Hashem, Tuhan.
Rabbi menjelaskan, tabel ini adalah satu-satunya kesempatan ketika kata אנדנסיה Indonesia bertemu dengan צונמי tsunami.
Rabbi Glazerson mengatakan, inilah yang dinubatkan oleh nabi Zefanya, dan bila kita membaca keseluruhan pasal itu, akan terasa seperti membaca surat kabar hari ini.
Tabel Bible Code Tsunami Indonesia ini dikatakan Rabbi Glazerson sebagai signifikan dan penting dan memberikan pelajaran tentang apa yang sesungguhnya dikehendaki Tuhan melalui peristiwa bencana ini, supaya bangsa-bangsa non-Yahudi bertobat, berbalik kepada Tuhan dan berpegang pada Tujuh Hukum Nuh.
Namun bila tidak, tunggulah Aku, firman YHVH… “Sebab keputusan-Ku adalah untuk mengumpulkan bangsa-bangsa bagi-Ku, untuk menghimpun kerajaan-kerajaan, untuk mencurahkan ke atas mereka geram-Ku, yaitu kepanasan amarah-Ku. Karena dalam api kemurkaan-Ku yang penuh kecemburuan, seluruh bumi akan terbakar hangus.” Ini adalah deksripsi tentang bagaimana perang Gog U’Magog akan berlangsung, supaya orang bertobat dan hidup menurut Torah.
Kemudian terjadilah sesuatu yang menakjubkan, bahwa Tuhan akan memulihkan lidah kudus (lashon haqodesh), supaya mereka semua memanggil kepada Nama YHVH untuk melayani-Nya dengan bahu-membahu.
Rabbi Glazerson menutup videonya dengan ajakan supaya kita kembali kepada Tuhan, bertobat, kembali kepada Torah, dan kemudian Mesias ben Isai akan datang untuk membawa damai sejahtera dan ketenangan kepada seluruh dunia.

Terkait:


Sumber: https://harituhan.wordpress.com/2018/12/29/pesan-tuhan-dalam-bible-code-tsunami-indonesia/

Friday, December 28, 2018

Jebakan Hoax dari Rezim Soeharto hingga Kini

Jebakan Hoax dari Rezim Soeharto hingga Kini

Dahulu berita hoax menjadi alat legitimasi kekuasaan Soeharto. Kini hoax menjadi cara merongrong rezim.


25 Mei 2017, 18:21

Jebakan Hoax dari Rezim Soeharto hingga Kini

 Ignatius Haryanto (Dosen Komunikasi UMN) mengemukakan pendapat dalam acara "Diskusi dan Ngopi Bareng Historia: Dari Breidel sampai Hoax, Mengenang Masa Kelam Kebebasan Pers Era Soeharto" di Jakarta, Rabu 24 Mei 2017. Foto: Nugroho Sejati

Orde Baru Soeharto dibangun dari hoax. Hari-hari awal pasca-G30S adalah periode krusial hoax sejarah diciptakan. Pada periode krusial itulah narasi tentang para jenderal yang dimutilasi oleh Gerwani berkembang. Hasil visum dokter yang mengotopsi jenazah para jenderal yang dibuka kemudian membuktikan bahwa itu hoax.
Kenyataannya sebagian besar jenderal itu tewas ditembak sebelum dikubur di Lubang Buaya. Tapi, masyarakat saat itu terlanjur termakan hoax yang diciptakan klik Soeharto. Menurut peneliti senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan Ignatius Haryanto, surat kabar menjadi media utama tersebarnya hoax itu. Selama 1-6 Oktober 1965 Angkatan Darat melarang penerbitan semua surat kabar, kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Keduanya lalu memonopoli pemberitaan terkait G30S.
“Dari koran-koran itulah dimulai propaganda negatif yang terkait dengan Gerwani. Hoax di masa Orde Baru diproduksi dalam rangka mendukung rezim. Hoax itu menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan Soeharto yang baru terbentuk,” lanjut pria yang juga dosen di Universitas Multimedia Nusantara itu dalam diskusi publik bertajuk “Dari Breidel Sampai Hoax: Mengenang Masa Kelam Kebebasan Pers Era Soeharto”, Rabu (24/5/2017).
Propaganda negatif itu beruratakar sangat dalam di benak masyarakat semasa rezim Soeharto. Hampir-hampir semua hal yang bersangkutpaut dengan komunisme menjadi tabu dan terlarang. Dari hoax itulah Orde Baru kemudian membuat aturan-aturan yang diskriminatif dan represif terhadap orang-orang yang dianggap terlibat PKI.
“Itulah luar biasanya kekuasaan Soeharto saat itu (dalam) menciptakan bayangan hantu komunisme. Saya sendiri dulu sangat takut dan benci dengan hal-hal berbau PKI,” ungkap Nezar Patria, anggota Dewan Pers, yang turut menjadi narasumber.
Hoax Orde Baru itu berkelindan pula dengan pengekangan kebebasan pers. Hegemoni media ala Orde Baru itu tumbang seiring bergulirnya Reformasi pada 1998. Kebebasan pers berkembang, namun hoax tetap menjadi persoalan.
Bedanya, jika hoax dimanfaatkan rezim Soeharto untuk mendukung kekuasaannya, yang terjadi kini justru sebaliknya. Sekarang, dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi, masyarakat bisa dengan mudah membuat dan menyebarkan informasi. Karenanya, hoax dewasa ini cenderung digunakan untuk merongrong rezim.
“Salah satu dari banyak hoax yang digunakan untuk menjatuhkan pemerintah Joko Widodo adalah isu pekerja imigran dari Tiongkok. Muncul seruan ‘pengangguran tambah banyak, tenaga kerja Cina malah didatangkan’ yang disebarkan dengan tagar #cabutmandatjokowi,” terang dosen komunikasi Unika Atmajaya Andina Dwifatma.
Seruan itu, lanjut Andina, dibumbui dengan hoax soal masuknya 10 juta tenaga kerja Tiongkok ke Indonesia. Ironisnya, masyarakat dengan mudah percaya pada hoax tersebut. Padahal, validitas data itu tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Andina melanjutkan, sebagian besar berita hoax disebarkan melalui media sosial dan melalui aplikasi chatting. Umumnya berita hoax mudah dipercaya dan disebar karena kontennya secara emosional dan praktis dibuat berelasi dengan preferensi pribadi pembaca. Dia mencontohkan bagaimana isu SARA digunakan untuk mematahkan kampanye Basuki Tjahaya Purnama dalam Pilkada Jakarta lalu.
“Semua pencapaian riil Ahok-Djarot dimentahkan dengan seruan ‘kalau pilih Ahok masuk neraka’ atau ‘Ahok penista agama’, karena isu agama adalah pemantik yang efektif dalam memancing emosi masyarakat muslim,” kata perempuan berkacamata itu.
Andina menengarai, penggunaan isu SARA dan komunisme akan terus dipakai untuk kampanye-kampanye negatif. Kedua isu tersebut terbukti tetap efektif hingga kini. Karenanya, edukasi terkait literasi media yang baik agar masyarakat tidak semakin termakan hoax sangat perlu digiatkan. “Masyarakat harus diingatkan untuk selalu kritis terhadap kredibilitas sumber berita. Di balik suatu media, terdapat kepentingan. Karena itu kita tidak bisa hanya kritis terhadap media arus utama, tetapi juga harus kritis kepada media non-arus utama,” pungkas Andina.

7 empowering insights to help you have your best year ever

7 empowering insights to help you have your best year ever

I started this post in summer 2018 with the line: “I don’t feel ready to write this post, but I’m going to anyway.” But I didn’t publish it. Now at the end of 2018 I’m trying again, to see if I’ve figured this stuff out enough to share it with you.
There’s something I want to say, or maybe want to learn, and figuring out how to put it into words will be good for both of us. Let me start with the background: this summer I went to one of my favorite conferences in downtown Portland. It’s an annual event and one of the few I keep coming back to.
The “World Domination Summit” is about community, adventure and service – and revolves around the question, “how to live a remarkable life in an ordinary world.” I go for the people and spontaneous side meetups, more than the main event speakers, but I also know I’ll learn One Big Thing that will propel me closer to my True Purpose…
This year I found it quickly.
It’s about fear, hesitation and resistance – and how to do the work anyway.
I’m usually pretty productive, but I definitely have noticed sometimes it’s hard to self-motivate, even on the things I THINK I want. And I need to pay attention, because if I don’t really want it, I’ll self-sabotage. So let me share some of the quotes and insights I got, and then try to summarize them into something more concrete.

1. Happiness only exists in the present

Thinking about the past or future erases the present, which is the only time you can actually change things. So worrying, or even dreaming about what you don’t yet have, can be distracting. So on the one hand, be present, be grateful, be happy, because this is all there is.
One powerful quote I read somewhere this year is:
“If what you spend your time thinking about is different from what you spend your time doing, you will never be happy.”
I spend a lot of time browsing castles and cabins for sale; but it means I’m spending time wishing things were different than they currently are, which means I’m deliberately subjecting myself to dissatisfaction. Set the goal, sure, create a dreamboard or visualization for it, but don’t dwell there. Ask yourself, “What would it take?” then make a plan of action. Spend your time confidently closing the gap, and moving forward in small steps until you achieve your goal.

2. Affect greater change from a larger stage

My PhD thesis was basically about ambition, and how it used to be evil (selfish) and has now become the only virtue (self-actualization). Part of me still thinks doing what makes me happy is settling. 
Limiting belief: if I CAN help more people, but choose instead to be content with just enough and do what makes ME happy, then I’m being selfish. Therefore I need to grow a bigger platform, because I can, and amass greater wealth and influence, so that I can assist others who have not the same abilities.
Use your privilege for good.
I don’t believe there is a universal answer to this problem, and I understand on the surface that it’s “fine” to do what makes you happy, but I also feel deep-seated guilt about actually doing so in my own case.
I remember an argument with my sister about the Sheryl Crow song:
If it makes you happy 
It can’t be that bad 
If it makes you happy 
Then why the hell are you so sad?
I pointed out that moral relativism was a slippery slope (I was a smart middle-schooler).
I still believe that to some extent. Sure, maybe nothing matters, and there’s no evil or shame in earning a living to support yourself.
Part of me wants to be the type of person who has achieved personal contentment and designed a happy, comfortable lifestyle (that’s what everyone else wants, and most people actually do.)
But do I want to be average and normal? Or do I want to hold myself to a higher standard, sacrifice my personal happiness in order to dig deep into the mine of creative expression and emerge with rare and precious gems of magnificent insight – shaping and shifting the collective future of humanity by adding my voice into the bucket of content consumption?
Specific example: Do I really WANT to buy a castle and run it as a writing retreat? Will dreaming of a huge goal only lead to frustration and dissatisfaction? Am I afraid of it, or uncomfortable with it, because I know it will be hard to pull off – or because I don’t really want to do it anyway?
Wouldn’t I rather have a beautiful cabin in the woods, a cat, great friends and coffee, maybe a view of the lake, and just write my own books?
Either way, this insight is easy to endorse: even if the “change” you want to see is a bunch of people buying your books so you can hide out in a cabin and write full time – building a larger platform is the easiest way to Imagine Things Into Being: because with a thousand true supporters, you can do anything.
PS. How do you build a platform? You focus on developing and sharing value for other people; not asking them to support you. If you have nothing to offer, then just show up and be friendly, supportive and engaged. Be the organizer and the cheerleader. Find a role, get involved, find a way to add value.

3. Discover your passion (and your mission?)

Years ago in Malta, a naturalist helped me choose essential oils by putting one in my hands and asking how I feel. One I felt nothing. One I felt pulled forward. That was lavender. I *should* make my decisions the same way, though I don’t always.
Does it fill you with joy? Does it get you excited?
Then do it.
Does it make you feel uncomfortable or nervous?
Why do stuff you don’t like?
I’ve realized some things about myself this year:
I don’t want to be known for a service. I want to be known for my unique, creative content. And I want to get paid well for it. How well?
  • A six-figure book advance.
  • Another six-figures in passive income from books and courses.
  • Beholden to no one (no client work, coaching or feedback)
I’m not exactly sure about the last one.
BUT I question it with statements like “but I COULD do coaching, or ghostwriting, and charge a lot, because I’m awesome at it, and people want to pay me for it.” That’s me trying to talk myself into something.
Why do I need to be convinced? Because I don’t want to do it. I love being useful. I love providing value. I love people. So it’s easy to accidentally agree to a bunch of stuff because I think I’ll enjoy it. And I DO enjoy it. It’s been a joy and a privilege to help my Guerrilla Publishing students sell more books.
But then I also spend a lot of time thinking about my clients and their challenges and how I can help them.
A day in my perfect life would mean tea, trees, a few hours of writing, dinner with friends, maybe a canoe and a hammock. A bit of reading, a bit of writing. No pressures or obligations.
But that’s not all I want.
Like most authors, I wouldn’t mind my books in bookstores. Doing signings. A large supportive audience of people who enjoy my work. Castles and summer camps. How can I get that lifestyle? Who do I have to become to BE that person (and deserve it?)
Ask yourself with every decision, will this take me closer or further away from my dream lifestyle? Hold the image in your heart, does it bring you joy? Only do what brings you joy.
If it’s not a “hell-yes” then say no.
That said; while the end image of your dream lifestyle should absolutely bring you joy, the hard work of building it may not be fun and effortless. Don’t expect it to be.

4. You are here to do the work, not judge the work

I joined a mastermind recently and someone called me out because I say things like “it’s not that great” talking about my stuff. What I mean is it’s not very polished or professional, so I don’t feel confident about it, even though I know content is more important than form and I intentionally put out MORE content that’s rough so it can help more people. It’s hard for me, because I’m a perfectionist, and so I’m comparing the work against what it COULD have been or what I WANTED it to be, or the plans I have to improve it.
So I say things like “it’s not great” or “it’s ok but” – It might help. It’s pretty good. I could have done better. I’m more excited about this other thing.
I MADE A THING! DON’T LOOK AT THE THING I MADE!
According to Elizabeth Gilbert, “Perfection is just fear in high heels.” I think Voltaire said, “Don’t let the perfect ruin the good.”
I get great reviews and testimonials. People love my books, courses and programs. If I didn’t tell them it wasn’t that great, they wouldn’t know any better. It’s like when someone compliments you and you brush it off; it’s almost insulting.
I also say stuff like “I’m not there yet, I’m not ready, I’ll do it in 5 years, when my platform is big enough.”
But I also know it might take 5 years of effort to actually do the thing. You need to TRY and PRACTICE and FAIL in public before you can run a perfect launch or event. Avoiding the failure makes success less viable.
Also: be sure not to judge things for other people. Just because YOU thought it isn’t as good as it should have been, doesn’t mean you need to deflate expectations by being critical of your own work. Let them discover their feelings on their own.
Do your best. Finish more. Ship faster. Learn, improve, try again.

5. Just because something is uncomfortable, does not mean it is unsafe.

From evolutionary biology, we know that fear kept us safe from danger and predators, when the world was much more perilous. Now however, we feel this same kind of heart-stopping panic even when doing something mundane like speaking in front of a crowd. Humans were designed to eat and sleep and survive: our bodies would love to stay in bed all day and do nothing.
We love routine and safety and peace. But we also strive for more, and when we choose more, we need to accept discomfort. Most people try to avoid it, or push through it. They don’t want to do the hard work and frustration of actually becoming great at something. They just want it to work easily, with no skills or experience.

6. Sit with your discomfort and hold the pose

Some people say, push into the fear, push into the discomfort – and that’s true so far as, every new thing you want to master will take effort – but you can do it if you want to. Just make sure what you’re working toward is what makes you happy. Close your eyes and think about it: how does your heart feel? Open and moving forward, or closed and pulling back?
“Fear is just excitement without the breath.”
I heard that this summer and it moved me. Now I’m not so sure. I think fear is excitement without hope or courage; or maybe vision without experience and knowledge.
In the book I’m working on, I say that “all creative fear is based on two basic insecurities:
  1. am I good enough?
  2. is this worth it?
The first fear is about quality; the second is about value. 
The first can be defeated with skill, the second with knowledge.
Discomfort fades with confidence; courage is gained with experience and knowledge.
The solution, is not just to set big goals and work towards them. The solution is to get comfortable with discomfort. To expect, embrace and wear down discomfort by showing up.
For example: I used to paint and draw. I studied fine art in Italy and was pretty good. But I never learned how to use a tablet for digital illustration – something that would be really useful for cover design.
I hate feeling BAD at something I know I’m good at. The goal isn’t “learn how to draw.” The goal is “sit down and draw badly, everyday, for three months, until I lose my discomfort. Then I can start making real progress.” (I might try to actually do this… I’ve been hanging out with the founder of Paintable, which has courses on digital illustration.)
Make tiny habits. Start with 10 minutes a day, or even just 10 words of writing. Form the HABIT first by taking action; then you can increase the OUTPUT.
Fully feel the discomfort. According to Leo Babuto, you need to make yourself uncomfortable until your patterns show up. If there’s no uncertainty, it’s because your mission is too easy.
I’m afraid people will hear my story as a comedy or tragedy instead of an epic.
Hold the pose. Fear is excitement without the breath. Breathe courage deeply into your fear. Don’t try and douse the flames. Feel the burn.
In mythology, this is Demeter, holding Demophon into the fire to make him immortal.
If you want to write faster, don’t feel bad about not writing a book a month. Set a daily writing habit of writing 100 words. Then double it every month. It may take a few months to actually hit the raised limit, but repeated effort will make it possible.
Charles Dickens wrote 500 words per day and he was called prolific. All the really successful authors I know write about 1500 words a day. But if you’re pushing yourself above your comfort limit, you’re stressing yourself out: you need as much time to recuperate. Muscles don’t grow with use; they grow in the relaxation that follows. The harder you train, the more time you need to recuperate.
You should only be benching a little above your limit (to use a gym metaphor, even though I don’t gym). You do it until it’s not hard anymore. Then you add more weight. Don’t try to double or quadruple your writing speed in a month; and you don’t have to write more if you don’t want to:
You do need to push yourself to do something that makes you a little uncomfortable. And you need to keep doing it until it stops becoming uncomfortable. Then you increase the goal. But ALSO: your muscles heal and grow when you stop working! Don’t just keep pushing it, day after day, and increasing the goal posts all the time. Reward yourself.

7. Be brave enough to find the life you want, and courageous enough to chase it

If you can’t decide it’s because you don’t know what you want. Sometimes you have to do something anyway. Sometimes there are steps to take, and you can’t see opportunity until you’ve gained the skill and experience to use it. Success is skill and preparation. Nothing is a waste of time, as long as you gain something in the experience.
I have a friend, who used to work on an alligator farm and now runs luxury tours to Bali, with the tattoo: “Decide. Commit. Succeed.”
Some people get stuck at the first step, but here’s an amazing quote I heard this year:
Clarity is a result of action, not a requirement for it.
When you don’t know what you want to do, it’s because you don’t have the skill or preparation necessary to recognize the opportunity. You must do something, and commit, until mastery of that project brings you awareness of the next.
Kierkegaard talks about anxiety in the face of freedom.
Real fear is the freedom to choose; because with choice comes change, consequence and accountability.
True power is standing up to your fears.
When you meet a bear stand taller, instead of running.
Be courageous enough to tell mediocre stories and not be perfect to get better –  and unwilling to be comfortable with your own inadequacy.
There is power in inviting fear in.
Choose the battlefield so you can prepare.
“If you want something bad enough the world finds a way to give it to you.”
Confidence is achieved by repeatedly doing a thing successfully. But before that initial success is achieved, one must first have the courage to even make the attempt. This would suggest that one can’t become confident without first having courage.
Confidence is being reasonably sure that you can complete a project successfully.
Courage is being insecure and unprepared, but showing up anyway and getting better with practice and dedication.

But WAIT? How do you choose?

How do you actually FIND “the life you want.” How do you know what’s the RIGHT decision. Do what gives you joy or Follow your bliss is easy advice, but if you want to get better at something, it’s not going to be fun and easy.
This whole issue is what I’m going to focus on in 2019… first with Creative Confidence, then Paid to Create – basically, how do creative people make confidence choices that lead to success more quickly, so they can avoid most of the overwhelm, insecurity and frustration.
I’m tired of “creativity books” that don’t offer any practical advice or say things like “creativity is a mystery.” There are simple, repeatable steps towards creative success that can boost productivity and motivation. Creating work doesn’t have to be terrifying or isolating, unless you have no idea what you’re doing and are all alone – which is why knowledge and community is the fastest way to competency.
It takes courage to start. It takes confidence to keep going.
You need a goal that’s worth leaping for.
This year I’ve been making slow, steady progress… but mostly I was sitting with the discomfort, until the frustration was overwhelming and prompted me to take action and finally fix things instead of complaining about it. I had to let go of some projects and ideas. I had to hire help. To do everything I want, I need to accept not doing everything myself personally – I have to be leaping forward into new territory and hiring a team to build up the scaffolding behind me.

MY NEW 2019 GOALS

When I started this blog years ago I thought I’d be retired by 2015. Even though those goals are a few years old, I’m getting close to the monthly income goal I set. Which is awesome, but now I want more. I’ve basically spent ten years figuring things out slowly, and not taking many big risks. The thing I WANT is to grow my email list to 100K. It’s not just about sales or income, I want to help more people, improve their lives, become friends, and use my influence for exciting new projects or to become a champion for writers and artists. I’d also like to get a publishing deal for both fiction and nonfiction, and get my monthly income up to 25K a month.
I already have a huge plan on how to do all this, but it’s mostly a matter of content marketing (blog posts, guest posts, great content, free tools) and advertising (promoting all my awesome free content to people). Here’s the challenge: I don’t really want to advertise, even though it’s the single fastest thing I can do for growth. And “making more money” isn’t enough of a motivator to get me to do the things I don’t want to do.
I need something REALLY visual and exciting to encourage me to take bigger steps in my business. I need to focus on my perfect day and how to have more of them. And it can’t just be something philanthropic like “help others” – it needs to be something personal and selfish; something to bribe your inner child into going along for the ride while you do the work.
Ask yourself these questions:
  1. What do I want?
  2. What do I need to get there?
I want: to be able to ONLY work on my creative projects; to have a stable environment; to be surrounded by friends and family; to seek out adventure and experience; to boost my creative output by wasting less time on things that don’t move me forward; to spend more time each day in awareness and gratitude; to have a view of nature. These are all lifestyle wants. I don’t want to be working towards a dream future, I want to curate my life experiences so I’m always happy.
I need: more traffic, better conversion, more products, better landing pages and email funnels; consistent writing schedules and habits so I produce 2000 words a day reliably; affiliates and ads (once I’m confident in my offers… or earlier!)
The exciting thing is, I already know how to do all this. I didn’t a year ago, but now I do… so know I can implement and see results. And I want to do it all right now, so I can focus on writing in 2019… but assuming I can double my income immediately will lead to frustration and burnout. Instead, I should be focused on task-based goals, and celebrate the completion, not necessarily the end results.
Instead of “double everything immediately the first time I try” I need to be thinking, 1% boosts at a time. Several a week. A slow series of marginal changes that have a slight impact; develop the skills and habits to keep the wins consistent, then add another.
My 2019 goals
  1. Double everything. Double conversions, subscribers, traffic and income.
  2. 6 new published books. 4 fiction, 2 nonfiction. At least one completed series.
  3. Three weeks in a castle; at least three big conferences to see friends.
  4. Weekly outings with friends in nature.
  5. Daily inspiration via lifestyle or environment.
  6. A new course launch (21 Day Author Platform)
  7. Spend $5K/month on advertising.
  8. A traditional book deal and advance.

The castle thing
We’ll head back to Taiwan soon for Chinese New Year, then Bali in March, then ??? until Europe this summer. We’re renting this amazing ruined castle complex for a writing retreat in late August, and I’ve just set up the page and giveaway(yes, we’ll be giving away a free spot again). This is my favorite thing to do.
I could only get the castle for 3 weeks, but that’s actually perfect, since I can finish and run my new course, the 21 Day Author Platform, with everyone who attends, and do a course launch from the castle. That gives me a firm deadline to work towards.

A secret project
If you’ve been following me for awhile, you may know I’ve struggled with creative output, and even tried to hire some ghostwriters before but couldn’t get the process down. I’m going to try again: I’ll basically be recruiting paid interns who want to learn to write fiction that sells – they’ll help me finish a rough draft, but it will be my idea and outline, and I’ll edit and polish it until it’s good enough. I’ll publish under my fiction imprint, but not my name, because I want to give the authors the credit.
I’m also partnering with a friend of mine, who does amazing things with advertising and audiobooks; so my goal is to supply lots of content, and let him work his magic. I’m nervous, because this is a big step and difficult to get right – but it could be glorious. If you’re already making money with your books, this probably isn’t for you. If however, you think you have some skills but are eager to learn what it takes to succeed, you can check out the details here.

What are your 2019 goals? Don’t hold back!

Let me know in the comments, or come join the discussion on Facebook.
PS. One of the best productivity hacks I’ve found is to keep a journal and just keep track of how you’re actually spending your time. Your writer platform has a Productivity Planner for Writers that looks useful, I’m going to pick one up for myself.

Related Posts

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...